Sabtu, 23 November 2024

Alasan Pemkot Surabaya Menyegel Taman Remaja Surabaya

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Salah satu wahana di Taman Remaja Surabaya, sebelum tempat hiburan ini ditutup. Foto: tamanremaja.net

Pemerintah Kota Surabaya akhirnya menyegel Taman Remaja Surabaya (TRS), wahana permainan legendaris yang cukup populer pada tahun 1990-an, Jumat (31/8/2018) lalu.

Maria Theresia Ekawati Rahayu Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya menjelaskan masalah yang terjadi di balik penyegelan wahana yang dikelola PT Star itu. Berikut penjelasannya.

Masalahnya adalah Saham

Masalahnya adalah proporsi kepemilikan saham Pemkot Surabaya atas TRS yang dinilai tidak berimbang dengan nilai tanah aset Pemkot Surabaya yang ditempati TRS.

Sebenarnya, TRS dan PT Star sebagai pengelola TRS dibentuk atas dasar perjanjian kerja sama antara Pemkot Surabaya dengan Far East Organization (FEO), sebuah perusahaan properti swasta asal Singapura bertahun-tahun silam.

Kepala DBPT yang biasa dipanggil Yayuk itu mengatakan, perjanjian kerja sama antara Pemkot Surabaya dengan FEO ini bermula sejak 1970-an silam.

“Komposisi saham Pemkot hanya 30 persen menurut perjanjian awal tahun 1970-an itu,” ujarnya di Balai Kota Surabaya, Senin (3/9/2018).

Catatan Bagian Perekonomian dan Usaha Daerah Pemkot Surabaya yang disampaikan saat wawancara dengan suarasurabaya.net pada April 2015 silam, saham yang dimiliki Pemkot Surabaya atas Taman Remaja Surabaya sebesar 37,5 persen. Sisanya dimiliki oleh FEO.

“Kemudian, tahun 1997, perjanjian itu diperpanjang oleh wali kota terdahulu, berlaku mulai 2006 hingga 2026,” kata Yayuk menjelaskan duduk perkara polemik penutupan TRS ini.

Pada 2006 silam, PT Star mengajukan perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) ke Pemkot Surabaya. Yayuk mengakui hal ini.

“Nah, saat itu kami bandingkan saham kami (Pemkot Surabaya atas TRS) dengan nilai tanah aset Pemkot, itu lebih tinggi aset Pemkot. Kalau dihitung, 30 persen itu nilainya kurang lebih hanya Rp249 juta,” ujarnya.

Sedangkan pada 2012 silam, sebagaimana diklaim Yayuk, lahan aset Pemkot Surabaya yang ditempati TRS di Jalan Kusuma Bangsa nilainya sudah mencapai Rp139 miliar.

“Antara saham dengan nilai lahan tidak imbang. Karena itu Pemkot tidak berani melanjutkan (perjanjian dan tidak memperpanjang HGB di atas HPL),” katanya.

Ini sesuai dengan pernyataan Didik Harianto Direktur Operasional TRS. Beberapa waktu lalu, Didik mengatakan, pada 2006 itulah jalan buntu koordinasi PT Star dengan Pemkot Surabaya bermula.

Saat PT Star mengajukan perpanjangan HGB di atas HPL pada tahun itu, Didik mengatakan, Pemkot Surabaya tadinya sudah bersedia menerbitkan.

Tapi perpanjangan HGB itu sampai sekarang tidak juga diterbitkan oleh Pemkot Surabaya.

Proporsi saham Pemkot atas TRS yang menjadi alasan utama Pemkot Surabaya tidak memperpanjang HGB di atas HPL untuk lahan yang ditempati oleh TRS.

Yayuk mengatakan, Pemkot Surabaya sudah pernah mengajukan permintaan kenaikan jumlah saham ini dalam rapat dengan PT Star dan FEO selaku pemegang saham terbesar.

“Kami sudah meminta kenaikan saham. Sudah kami sampaikan dalam pembahasan awal-awal dulu, tapi mereka (PT Star dan FEO) tidak sepakat,” kata Yayuk.

Penyertaan Modal TRS

Selain soal proporsi saham di balik pemberhentian penerbitan HGB di atas HPL lahan yang ditempati TRS, Yayuk juga menjelaskan alasan Pemkot Surabaya meminta PT Star dibubarkan.

“Berdasarkan ketentuan, penyertaan modal pemerintah terhadap pihak ketiga harus ditetapkan dengan Perda. Nah, karena proporsi saham itu juga, DPRD tidak berani menyetujui Perda penyertaan modal kepada TRS. Permohonan kami dikembalikan,” katanya.

Karena itulah, sampai hari ini penyertaan modal Pemkot kepada PT Star tidak berlandasan hukum. Mengingat hal ini, kata Yayuk, Pemkot Surabaya tidak berani melanjutkan kerja sama itu.

“Karena itu kami memohon kepada PT Far East Organization untuk pembubaran PT Star. Karena jalannya PT Star ini sudah tidak sesuai ketentuan,” ujarnya.

Pemkot Surabaya, kata dia, sudah bersurat kepada FEO untuk mengajukan pembubaran PT Star dan TRS hasil kerja sama sejak 40 tahun silam.

“Tapi mereka tetap tidak sepakat. Sedangkan dari sisi perizinan, kan sudah tidak bisa lagi, ya, kan? Karena tidak ada alas haknya,” ujarnya.

Izin Usaha Pariwisata yang Mati

Tidak adanya alas hak yang dimaksud oleh Yayuk, selain tidak adanya perpanjangan HGB atas HPL lahan TRS, juga karena Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) TRS diklaim oleh Pemkot Surabaya habis pada 27 Agustus 2018 lalu.

Eri Cahyadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya mengatakan, masih ada masalah ketidaksepahaman antara Pemkot Surabaya dengan PT Star.

“Ini tidak berbicara soal segel atau tidak segel. Kami hanya mengatakan, ketika TDUP-nya mati tidak boleh operasional dulu. Ini kan ada perbedaan pendapat, kita selesaikan dulu perbedaan pendapat ini, baru kita laksanakan apakah dibuka lagi atau ditutup,” ujarnya ditemui di DPRD Surabaya.

Eri mengatakan, Pemkot Surabaya akan melakukan pembahasan dengan PT Star untuk menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut.


Gerbang Taman Remaja Surabaya (TRS) tertutup pada Minggu (2/8/2018). Foto: Abidin suarasurabaya.net

“Karena kalau tidak dibahas, ya kesalahan, kan, pemerintah kotanya? Ketika ada TDUP mati kok dibiarkan. Sehingga itulah yang lagi kami bahas dengan teman-teman semuanya,” ujarnya.

Kini, Taman Remaja Surabaya sudah disegel dengan garis Satpol PP yang disertai stiker besar berlambang X berwarna merah bertulisan “Pelanggaran Perda kota Surabaya nomor 23 tahun 2012.” Perda itu tentang Kepariwisataan.(den/ipg)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs