Vonis mati kepada terpidana kasus terorisme, Aman Abdurahman, dinilai menjadi bentuk pesan tegas pemerintah dalam memberantas terorisme dan semua jaringannya.
“Vonis mati menurut saya hanya bisa dimaknai sebagai pesan tegas pemerintah dalam melakukan pemberantasan terorisme di hadapan mereka, para pendukung ISIS,” kata Mujahidin Nur Direktur The Islah Center sekaligus pengamat terorisme, di Jakarta, Senin (21/5/2018).
Hal itu, kata dia, sekaligus meminimalisir risiko penyebaran ajaran radikal dibandingkan ketika terpidana tersebut masih masih bebas atau leluasa menyebarkan ajarannya.
Dilansir dari Antara, pekan lalu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis mati kepada terpidana kasus terorisme Aman Abdurahman.
Nur berpendapat, sampai saat ini kelompok teroris yang diantaranya berafiliasi ke ISIS adalah kelompok yang bergerak dengan tumpuan ideologi. Bukan pada ketokohan atau kepemimpinan individu tertentu, misalnya Abdurahman. Dia mengingatkan karakter khas jaringan teror ini yang bisa bergerak secara mandiri.
Sebab kata dia, ideologi sebagai tumpuan pergerakan mereka, yakni tentang pemikiran takfiriyah/pengkafiran, yang disebarkan Abdurahman sudah masif tersebar ke seluruh jaringan atau kelompoknya.
“Walaupun ISIS di Indonesia miskin pemimpin yang mempunyai kemampuan lapangan dan keilmuan seperti Aman Abdurahman, tapi vonis mati terhadap dia, hemat saya tidak akan mempunyai pengaruh signifikan pada pelemahan jaringan terorisme di Indonesia,” katanya.
Tuntutan hukuman mati terhadap Abdurahman hanya berdampak positif untuk jangka pendek karena pendukung ISIS di Indonesia.
“Saya analogikan di kelompok al Qaeda misalkan, terbunuhnya Osama bin Laden sama sekali tidak mempunyai pengaruh signifikan pada penghentian terorisme global yang didalangi oleh kelompok al Qaeda karena ideologi al Qaeda sudah tersebar ke berbagai penjuru dunia,” katanya.
Ia menegaskan, vonis mati pada pemimpin kelompok teroris akan efektif menghentikan terorisme dilihat dari dua variabel. Pertama, apabila pemimpin teroris itu mempunyai pengaruh kepemimpan atau karisma yang kuat di tengah pengikutnya. Kedua, tentu saja hal ini berlaku untuk kelompok teroris yang mempunyai sedikit anggota dan benar-benar menjadikan pemimpin sebagai tumpuan pegerakan mereka maka vonis mati ini akan menjadi efektif.
Pada sisi lain, kemampuan terpasang alat negara untuk menggulung jaringan teroris akan semakin diintensifkan pengerahannya. Pemerintah baru-baru ini memberi lampu hijau tentang pengerahan Komando Operasi Khusus Gabungan TNI untuk mencegah dan menanggulangi teror di Tanah Air. Komando bentukan baru ini beroperasi langsung di bawah panglima TNI, sedangkan pembinaan kemampuan dan kesiapan operasional ada di tangan para kepala staf matra TNI.
Pencegahan dan penanggulangan jaringan teroris di Indonesia merupakan hal yang harus dilakukan terpadu, tidak bisa dilihat hanya dari aspek tertentu saja.
Kekuatan-kekuatan militer TNI yang akan dikerahkan secara terpadu itu adalah Detasemen Jalamangkara (gabungan personel terbaik Komando Pasukan Katak TNI AL dan Batalion Intai Amfibi Korps Marinir TNI AL), Satuan B-90 Bravo Korps Pasukan Khas TNI AU, dan Satuan 81 Penanggulangan Teror Komando Pasukan Khusus TNI AD.
Setelah perintah langsung diberikan panglima TNI, mereka beroperasi secara senyap dan terukur serta jauh dari hingar-bingar publikasi, apalagi siaran langsung di televisi. (ant/tna/dwi)