Jumat, 22 November 2024

Unicef Desak Pemerintah Terapkan Cuti Paternitas Berbayar untuk Ayah Baru

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi

Organisasi PBB tentang Dana Anak (Unicef) menganalisis, hampir dua pertiga anak-anak di dunia berusia kurang dari 1 tahun, atau sejumlah hampir 90 juta, hidup di negara di mana ayah mereka tidak berhak untuk satu hari cuti paternitas berbayar.

Sebanyak 92 negara di dunia tidak memiliki kebijakan nasional yang memastikan ayah baru mendapatkan waktu luang yang cukup dengan bayi mereka yang baru lahir, termasuk di India dan Nigeria, yang memiliki populasi bayi yang tinggi.

Sebagai perbandingan, negara-negara lain dengan populasi bayi yang tinggi, termasuk Brasil dan Republik Demokratik Kongo, semua memiliki kebijakan cuti paternitas berbayar nasional, meskipun hanya menawarkan hak yang relatif bersifat jangka pendek.

Henrietta H. Fore Direktur Eksekutif Unicef mengatakan, interaksi positif dan bermakna dengan ibu dan ayah sejak awal membantu pertumbuhan dan perkembangan otak anak, membuat mereka lebih sehat dan bahagia, serta meningkatkan kemampuan belajar.

“Itu semua adalah tanggung jawab kami untuk memungkinkan mereka mengisi peran ini,” katanya dalam keterangan pers yang diterima suarasurabaya.net, Kamis (14/6/2018).

Dia mengatakan, ada bukti yang menunjukkan, ketika ayah membangun ikatan dengan bayi mereka sejak awal kehidupan, para ayah ini lebih mungkin memainkan peran lebih aktif untuk perkembangan anak mereka.

Penelitian Unicef juga menunjukkan, ketika anak-anak berinteraksi secara positif dengan ayahnya, mereka memiliki kesehatan psikologis lebih baik, disertai harga diri dan kepuasan hidup jangka panjang.

“Unicef mendesak pemerintah menerapkan kebijakan ramah keluarga nasional yang mendukung perkembangan anak usia dini, termasuk cuti paternitas berbayar untuk membantu menyediakan waktu, sumber daya, dan informasi yang dibutuhkan orang tua dalam merawat anak mereka,” ujarnya.

Awal tahun ini, Unicef memodernkan pendekatannya terhadap ketentuan cuti untuk orang tua dengan menerapkan cuti berbayar hingga 16 minggu untuk ayah di seluruh kantor Unicef di seluruh dunia.

Unicef pun menjadi lembaga PBB pertama yang memperpanjang cuti itu melampaui standar empat minggu.

“Kami tidak bisa menjadi ‘Untuk Setiap Anak,’ jika kami tidak menjadi ‘Untuk Setiap Orang Tua’. Kita harus bertanya lebih banyak kepada pemerintah dan lebih banyak pengusaha jika kita ingin memberi ayah dan ibu waktu dan sumber daya yang mereka butuhkan untuk mengasuh anak mereka, terutama di tahun-tahun awal kehidupan anak,” kata Fore.

Di seluruh dunia, kata Fore, momentum kebijakan ramah keluarga semakin meningkat. Contohnya di India, para pejabat mengusulkan RUU Manfaat Paternitas untuk dipertimbangkan di sesi Parlemen berikutnya, yang akan memungkinkan ayah mendapat cuti paternitas berbayar hingga tiga bulan.

Namun tidak sedikit pekerjaan yang tersisa. Di delapan negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, yang merupakan rumah bagi hampir 4 juta bayi, tidak ada kebijakan cuti melahirkan untuk ibu (maternitas), apalagi paternitas berbayar.

Analisis baru ini pun terwujud dalam sebuah kampanye Super Dads Unicef, yang sekarang memasuki tahun kedua, dengan tujuan memecahkan hambatan yang mencegah ayah memainkan peran aktif dalam perkembangan anak-anak mereka.

Kampanye ini untuk merayakan momen Hari Ayah, yang diakui di lebih dari 80 negara pada bulan Juni, dan berfokus pada pentingnya cinta, bermain, perlindungan, dan nutrisi yang baik untuk perkembangan otak anak-anak mereka.

“Kemajuan ilmu saraf membuktikan, ketika anak-anak menghabiskan tahun-tahun awal mereka, terutama 1.000 hari pertama dari pembuahan sampai usia dua tahun, dalam lingkungan pengasuhan terstimulasi, koneksi saraf baru terbentuk pada kecepatan optimal,” kata dia.

Koneksi saraf akan menentukan kemampuan kognitif anak: bagaimana mereka belajar dan berpikir, mengatasi stres dan bahkan mempengaruhi berapa banyak kreativitas yang akan mereka hasilkan sebagai orang dewasa.

Hasil penelitian bertajuk The Lancet’s Series, Advancing Early Childhood Development: from Science to Scale Oktober 2016 lalu mengungkapkan, hampir 250 juta anak di bawah usia 5 tahun berada pada risiko perkembangan buruk karena stunting dan kemiskinan ekstrim.

Seri ini juga mengungkapkan, program yang mempromosikan perawatan, pengasuhan, kesehatan, nutrisi, perawatan yang responsif, keamanan, dan keselamatan serta pembelajaran usia awal, menelan biaya 50 sen per kapita per tahun bila dikombinasikan dengan layanan kesehatan yang ada.(den/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs