Sabtu, 23 November 2024

Terungkap, Setnov Menolak Diperiksa KPK atas Saran Fredrich Yunadi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Setya Novanto mantan Ketua DPR RI (batik ungu) bersumpah sebelum menjadi saksi sidang perkara Dokter Bimanesh Sutarjo, Junat (27/4/2018), di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: Faiz suarasurabaya.net

Setya Novanto mantan Ketua DPR RI, hari ini, Jumat (27/4/2018), menjadi saksi fakta pada sidang lanjutan perkara dugaan merintangi pengusutan tindak pidana korupsi, dengan terdakwa Dokter Bimanesh Sutarjo.

Di persidangan, Jaksa KPK menggali keterangan saksi terkait statusnya sebagai tersangka kasus korupsi proyek KTP Elektronik, pelariannya, sampai kecelakaan mobil dan menjalani perawatan di RS Medika Permata Hijau, Kamis (16/11/2017).

Setya Novanto mengatakan, dia mengetahui ada surat panggilan kedua dari Penyidik KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Rabu (15/11/2018).

Tapi, waktu itu Novanto mengaku tidak memenuhi panggilan itu sesudah mendengarkan saran Fredrich Yunadi pengacaranya.

“Sebetulnya saya mau hadir (ke KPK). Tapi, karena Pak Fredrich menjelaskan ada beberapa poin peraturan yang akan diuji materi di Mahkamah Konstitusi, antara lain soal pemanggilan Ketua DPR oleh penegak hukum harus mendapat izin tertulis Presiden, saya tidak datang,” ujar Novanto menjawab pertanyaan Jaksa KPK, Jumat (27/4/2018), di Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta.

Sekadar diketahui, Senin (13/11/2017), Fredrich Yunadi mengajukan uji materi dua pasal di dalam UU KPK l, yaitu pasal Pasal 46 ayat 1 dan 2.

Pasal itu digugat lantaran dianggap mengesampingkan Undang-Undang Dasar NRI 1945.

KPK menggunakan pasal tesebut menjadi dasar pemanggilan pemeriksaan Setya Novanto dalam kasus KTP elektronik.

Sementara itu, mengacu pada Pasal 20 A ayat 3 UUD 1945 dan Pasal 80 F UU MD3, Fredrich mengatakan bahwa anggota dewan punya hak imunitas.

Maka dari itu, pemanggilan anggota dewan oleh KPK, menurut Fredrich harus seizin Presiden, sesuai Putusan MK Nomor 76 Tahun 2014 tentang revisi Pasal 224 ayat 5 UU MD3.

Tanpa izin Presiden, maka pemanggilan pemeriksaan atas Setya Novanto oleh KPK dinilai mengesampingkan UUD NRI 1945.

Sebelumnya, Novanto pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017. Tapi, status itu dianulir hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan praperadilan, 29 September 2017.

Karena punya cukup bukti, 31 Oktober 2017, KPK kembali menerbitkan Surat Perintah Penyidikan atas nama Setya Novanto.

Tapi, Rabu (15/11/2017), Novanto yang mendapat panggilan pemeriksaan KPK, malah melarikan diri ke sebuah hotel daerah Sentul, Jawa Barat.

Sehari kemudian, Kamis (16/11/2018), Novanto yang berstatus buronan KPK, mengalami kecelakaan mobil, dan menjalani perawatan di RS Medika Permata Hijau, Jakarta Barat.

Lalu, sesudah mendapat perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta Pusat, bekas orang nomor satu di Partai Golkar itu resmi menjadi tahanan KPK mulai 19 November 2017.

Pascamenjalani serangkaian sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta sejak 14 Desember 2017, Novanto terbukti bersalah terlibat korupsi proyek KTP Elektronik.

Majelis hakim menjatuhkan vonis 15 tahun penjara, denda Rp500 juta, harus membayar uang pengganti sebanyak 7,3 juta Dollar AS, dan mencabut hak Novanto untuk dipilih dalam jabatan publik lima tahun sesudah menjalani hukumannya. (rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs