Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemui oknum guru Sekolah Dasar swasta di Surabaya, yang menjadi tersangka kasus pelecehan anak terhadap 65 siswa, di Polda Jatim, Selasa (27/2/2018).
Retno Listyarti Komisioner KPAI mengaku sangat mengapresiasi dengan kinerja Polda Jatim, yang dinilai tanggap menangani kasus tersebut.
“Saya sangat mengapresiasi untuk Polda Jatim, atas reaksi cepatnya. Tadi saya sudah menemui pelakunya. Dia mengaku menyesal dan juga bekeinginan untuk disembuhkan. Karena sebelumnya, pelaku ini juga korban, kemudian menjadi pelaku,” kata dia.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, lanjut Retno, pelaku telah dijerat dengan Pasal 82 Undang-undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, dengan tambahan sepertiga hukuman maksimal, yaitu dari 15 tahun penjara menjadi 20 tahun penjara.
Sementara perkembangan fisiologis korban, Retno mengatakan polisi telah memeriksa 42 korban dari 65 korban. Dari hasil pemeriksaan, sebanyak 35 siswa mengalami trauma berat, dan 7 siswa mengalami trauma ringan.
“Secara hak-haknya, korban sudah mendapatkan perlindungan, terkait dengan pemberian kesaksian sebagai anak yang menjadi korban. Termasuk yang 7 siswa yang mengalami trauma ringan, yang merupakan siswa yang menyaksikan peristiwa pelecehan atau tidak mengalami pelecehan. Apapun bentuknya, itu merupakan tindak kekerasan pada anak, yang menyebabkan trauma. Harus segera direhabilitasi. Karena kalau tidak korban pelecehan, itu berpotensi nantinya menjadi pelaku,” kata dia.
Dalam hal ini, lanjut Retno, semua pihak harus saling bersinergi untuk mencegah agar tidak terulang lagi. Menurutnya, perlunya adanya pendidikan kepada anak-anak usia dini seperti TK, tentang bagian tubuh-tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain, kecuali ibunya.
“Kemudian, diajarkan juga pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah, untuk menyadarkan anak-anak, agar menghargai tubuhnya dan menjaga kesehatan reproduksi. Melihat pergaulan anak-anak sekarang yang juga perlu diperhatikan. Dalam mendidik anak, harus berani berkata tidak, berani bicara dan melapor. Itu yang penting,” pungkasnya. (ang/dwi)