Tur tematik Surabaya Herritage Track (SHT) digelar dengan periode tertentu memperkenalkan sejarah kota Surabaya serta berbagai bangunan dan kawasan yang memiliki nilai sejarah tinggi.
Tur SHT dapat dinikmati oleh wisatawan secara cuma-cuma. Melalui berbagai tur SHT, trackers tak hanya dapat menikmati berbagai bangunan cagar budaya, namun juga mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru.
Program Surabaya Kota Industri digelar mulai Selasa (14/8/2018) dan akan berakhir pada 13 September 2018 mendatang, trackers menyaksikan satu diantara kekuatan industri Surabaya dimasa lalu.
“Trackers kami ajak berkunjung melihat dari dekat peninggalan kekuatan industri Surabaya di masa lalu, ke PT Boma Bisma Indra, dikawasan Jl. Ngagel. Kemudian juga menyaksikan berkembangnya industri kebutuhan konsumsi yang tercermin pada perjalanan bisnis PT HM Sampoerna dengan berkunjung ke Museum House of Sampoerna,” terang Rani Anggraini manager museum dan marketing House of Sampoerna.
Sekadar gambaran, lanjut Rani Surabaya adalah kota peninggalan kolonial yang memiliki letak geografis yang strategis, karenanya Surabaya berkembang menjadi kota pelabuhan yang sibuk, sekaligus pusat perekonomian yang diperhitungkan karena ditunjang oleh perindustrian modern yang tumbuh pesat di masa itu.
“Sebagai tanda kebangkitan industri modern di Surabaya saat itu adalah dengan didirikannya pabrik senjata Artilleri Constructie Winkel oleh Gubernur Jendral Daendels di tahun 1808, sebagai upaya melindungi kota Surabaya dan pulau Jawa dari serangan Inggris,” cerita Rani.
Pemberlakuan tanam paksa sejak 1830 telah memberikan dampak yang signifikan pada perkembangan industri modern di Surabaya.
Ditandai dengan pabrik-pabrik gula di masa itu mulai beralih menggunakan tenaga mesin demi meningkatkan kapasitas produksi, sehingga permintaan akan mesin-mesin produksi pun meningkat.
Perkembangan industri modern Surabaya, lanjut Rani ketika itu semakin pesat seiring dengan diterapkannya Undang-undang Agraria pada tahun 1870 yang membuka peluang bagi swasta untuk berinvestasi.
Sayangnya, iklim positif tersebut terhambat lantaran pecahnya Perang Dunia I yang terjadi pada 1914 sampai 1918 yang berujung pada depresi ekonomi dan memberikan pukulan pada sektor industri, khususnya industri mesin-mesin berat.
“Tetapi ditengah situasi yang lesu, industri barang kebutuhan konsumsi atau barang siap pakai justru menunjukkan geliat dengan bermunculannya pabrik es batu, rokok, minyak goreng, roti dan lainnya disekitar kawasan Surabaya saat itu,” ujar Rani.
Dengan tur tematik program Surabaya Kota Industri, Rani berharap masyarakat atau siapapun peserta tur menjadi memahami bahwa Surabaya punya sejarah panjang terkait dengan industri.
“Harapan kami begitu. Masyarakat memahami bahwa Kota Surabaya ini juga punya sejarah panjang terkait dengan industri modern. Memasuki bulan Agustus, sekaligus memperingati HUT ke 73 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, program ini kami gelar,” pungkas Rani, Selasa (14/8/2018).(tok/ipg)