Jumat, 22 November 2024

Satu Tahun Pelarangan AGP, ASOHI akan Lakukan Evaluasi

Laporan oleh Agung Hari Baskoro
Bagikan
Irawati (kanan) ketika menjadi pembicara pada seminar Outlook Bisnis Perunggasan Jawa Timur 2019 yang diadakan ASOHI di Surabaya pada Selasa (18/12/2018). Foto: Baskoro suarasurabaya.net

Semenjak Antibiotic Growth Promoter (AGP) dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2017 tentang klasifikasi obat hewan, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) akan melakukan evaluasi dampak pelarangan AGP.

Irawati Fari Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Pusat menyebut, bentuk evaluasinya masih akan dibahas dengan pemerintah. Salah satunya dengan melakukan Trial non AGP farm. Ia juga akan mengembangkan produk pengganti AGP.

Irawati menilai, pelarangan ini sudah memiliki dasar hukum dari UU nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Ia juga menilai pelarangan ini sesuai dengan Antimicrobial Resistance yang disepakati secara global.

“Bahwa penggunaan antibiotik itu dikendalikan dan lebih bijak. Saya rasa dengan penghentian AGP itu salah satunya pemerintah menunjang program yang tidak hanya Indonesia, tapi juga secara global,” kata Irawati ketika ditemui usai menjadi pembicara pada seminar Outlook Bisnis Perunggasan Jawa Timur 2019 yang diadakan ASOHI di Surabaya pada Selasa (18/12/2018).

Terkait keluhan peternak yang menyebut unggas lambat tumbuh akibat tidak diberi AGP, ia menyebut penggantinya tidak mungkin 100% sama seperti AGP. Ia juga menyebut, harus ada faktor penunjang lain untuk menumbuhkan unggas dengan baik.

“Managemen farmnya, biosecuritinya, jadi semua terpadu. Dengan adanya keteraturan ini, semua lini mulai peternakan, industri, kesehatan hewan, harus bersama-sama terpadu,” ujarnya.

Di lain pihak, Prof. Chairul Anwar Nidhom Guru Besar FKH Unair menyebut AGP sebetulnya tidak seluruhnya jelek. Ia menyebut, yang negatif lebih kepada pemberian AGP secara berlebihan.

“Menggunakan sesuatu yang tidak terukur itu akan negatif. Problemnya kita sebagai pengusaha itu kadang-kadang remnya kurang. Kadung (berpikir,red) bagus ini, tambahi lagi-tambahi lagi, tanpa memikirkan, oh ini menimbulkan bahaya,” kata Prof. Nidhom ketika ditemui usai menjadi pembicara pada seminar Outlook Bisnis Perunggasan Jawa Timur 2019 yang diadakan ASOHI di Surabaya pada Selasa (18/12/2018).

Ia menilai, yang sebetulnya dilakukan adalah melakukan pembatasan dengan ukuran-ukuran yang jelas. Ia menyebut, yang terpenting adalah pemahaman bahwa antibiotik itu masih perlu dengan diperlukan alat ukur jelas tentang residu antibiotik.

“Jadi rakyat tahu dan pemerintah bisa melakukan pencegahan. Sosialisasinya yang bagus, jangan menimbulkan ketakutan, Sasaran gak tercapai, tapi ketakutan yang tercapai,” pungkasnya. (bas/dim/ipg)

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs