Bambang Noorsena Pendiri Institute for Syriac Christian Studies mengatakan, paham radikalisme menjadi tantangan besar dalam mempertaruhkan eksistensi negara. Sekecil apapun, gerakan radikalisme yang tidak sesuai asas dan ideologi negara memang harus ditumpas.
Dalam hal ini, kata dia, kesadaran masyarakat soal kebhinekaan sangat diperlukan dan menjadi hal yang paling penting. Apabila suatu negara tidak bisa mengikat ideologinya, maka negara tersebut akan terancam bubar. Menurutnya, kebhinekaan merupakan warisan kemajemukan dari abad ke abad.
“Ini takdir kita untuk hidup di Indonesia. Kalau kita tidak terima dengan kemajemukan ini, berarti kita tidak cocok hidup di Indonesia. Secara multilingual Pancasila, idelogi yang kita sepakati bersama ini, menggambarkan perjalanan panjang dari abad ke abad, selama ribuan tahun. Istilahnya Bung Karno, kita pernah mengalami fase pra hidup, fase Hindu-Budha, fase Islam, fase demokrasi barat dan pernah mengalami fase penjajahan. Kemudian masuk ke fase modern, di mana itu ada Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Itu tidak boleh dipolitisir bahwa kita tidak bisa satu, hanya karena kita beda keyakinan. Karena kalau kita tidak memiliki keyakinan kemajuan itu sendiri, negara ini akan bubar,” jelas Bambang, saat mengisi seminar di Gereja Kristen Jawi Wetan Surabaya, Selasa (11/9/2018).
Bambang mengatakan, gereja merupakan salah satu bagian integral dari NKRI secara luas. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan, gereja ikut berperan dalam mencegah fanatisme agama yang melahirkan fundamentalisme, dan gerakan radikalisme yang mengatasnamakan agama, demi mempertahankan mozaik kebhinekaan.
Adapun langkah yang harus dilakukan, yaitu tidak bersifat apatis dengan perkembangan di sekitarnya, arif dalam membaca tanda-tanda zaman, tetap melakukan kebaikan atau berkontribusi untuk bangsa, dan menjadikan Pancasila sebagai etika bersama.
“Penguatan seperti ini sangat penting. Pancasila yang menjadi dasarnya. Saya berharap, selain agenda pertemuan di gereja, di berikutnya juga ada pertemuan lintas agama. Itu sangat penting. Kita berkumpul bersama dan mendengar cerita mereka. Karena apa yang kita hadapi ini, kelompok yang menjual nama agama,” tuturnya. (ang/iss)