DPR RI sudah mengesahkan revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (12/2/2018).
Dengan persetujuan delapan fraksi, ada 14 poin yang diubah, salah satunya Pasal 245 ayat 1 yang mengatur soal pemeriksaan Anggota DPR oleh penegak hukum.
Dalam revisi itu, penegak hukum harus mendapat izin tertulis dari Presiden, atas pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), untuk memanggil atau memeriksa Anggota DPR.
Menanggapi revisi itu, Febri Diansyah Kepala Biro Humas KPK berharap Anggota DPR sama-sama mengedepankan komitmen pemberantasan korupsi.
“Anggota DPR kan bergabung dalam lembaga yang terhormat, dan KPK menghormati institusi DPR. Ketika ada anggota DPR yang dipanggil oleh penegak hukum terutama terkait tindak pidana korupsi, tentu harus mengedepankan komitmen kebangsaan dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (16)2/2018).
Febri juga mengingatkan Anggota DPR selaku wakil rakyat, memberikan contoh baik kepada masyarakat. Caranya, antara lain dengan memenuhi panggilan pemeriksaan.
“Tentu akan lebih baik memberikan contoh kepada masyarakat tentang kepatuhan hukum,” tegas Febri.
Sebelumnya, Laode Muhammad Syarif Wakil Ketua KPK menilai, ketentuan dalam Pasal 245 UU MD3 tidak sesuai konstitusi, karena melanggar prinsip kesetaraan semua pihak di hadapan hukum.
Menurut Laode, ketentuan itu bisa menyulitkan aparat penegak hukum lainnya, karena harus melewati beberapa tahapan, untuk memeriksa seorang Anggota DPR.
Walau begitu, Laode menegaskan revisi itu bukan hambatan, karena KPK tetap memakai mekanisme pemanggilan Anggota DPR seperti diatur dalam UU KPK yang bersifat lex specialis. (rid/ipg)