Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR RI mengaku mempunyai pengalaman atau pengetahuan informasi yang dikirim melalui daerah pemilihannya di Nusa Tenggara Barat (NTB) bahwa semua instruksi-instruksi presiden dan pejabat pusat itu rupanya banyak yang tidak terlaksana secara cepat.
“Sebagai informasi misalnya soal bantuan keuangan bagi anggota masyarakat yang rusak rumahnya itu rupanya sampai hari ini belum ada yang bisa dicairkan dan lain-lain lah, yang saya kira ini efeknya adalah memperpanjang penderitaan masyarakat,” ujar Fahri di Jakarta, Sabtu (6/10/2018).
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kata Fahri, saat bencana di Aceh, pemerintah membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan di Yogja membentuk sebuah Inpres. Tetapi bencana yang di Lombok (NTB) terkesan dilupakan, apalagi sekarang muncul bencana di Palu.
“Kita nggak tahu ini yang NTB sudah kayak mau dilupakan, Sulawesi datang. Strategi pemerintah menghadapinya belum kelihatan,” kata Fahri.
Maka, menurut dia, dalam rangka memantau itu semua dan membantu mempercepat penanganan bencana ini, DPR akan membentuk semacam pengawas seperti membentuk pengawas pada peristiwa-peristiwa yang sebelumnya supaya memastikan pemerintah menjalankan amanat masyarakat.
Fahri juga menyetujui yang memimpin tugas menangani bencana NTB dan Pulau Sulawesi ini adalah Jusuf Kalla (JK) Wapres. Karena JK mempunyai pengalaman seperti gempa Aceh dulu.
“Nah Timwas ini bisa bekerjasama apa yang diperlukan dari DPR seperti anggaran, peraturan tertentu atau Undang-Undang tertentu yang memang bisa mempercepat recovery. Kita akan bantu,” jelasnya.
Kata dia, pembentukan Tim pengawas penanganan bencana cukup signifikan karena akan membantu keluhan masyarakat dan kenyataan yang dialami para korban, khususnya penanganan dan penyaluran bantuannya.
“Siapa nanti yang mengawasi pemerintah, kepada siapa masyarakat mengeluh? Kenyataannya bahwa penanganannya itu lamban,” kata dia.
Fahri menegaskan, menolong korban bencana itu tidak ada hubungannya dan jangan dikait-kaitkan dengan politik, karena ini menyangkut nyawa korban bencana.
“Ini nggak usah dianggap dipolitisasi, ini nggak ada urusan politik, ini soal penderitaan orang hari-hari kok. Apalagi status bencana nggak jelas, nggak berani mengambil keputusan. Ini bencana nasional. Nggak berani membuka sumbangan dari luar yang pengen datang begitu banyak,” ujar dia.
Kalaupun tidak ada status bencana nasional, Fahri mempertanyakan lembaga mana yang menanganinya, karena harus butuh manajemen yang diterapkan itu harus manajemen bencana seperti yang dilakukan oleh pemerintahan lalu.
“Sekarang sudah ada BNPB. BNPB sendiri adalah hasil dari peristiwa tsunami di Aceh. Kita membuat BNPB itu dengan Undang-Undang (UU), ada UU bencana dan sebagainya itu adalah hasilnya. Tapi sekarang ini kan kayak ada grid lock,” tegasnya.
Soal timwas ini nanti dimanfaatkan untuk kepentingan politik, Fahri meyakini tidak, karena yang duduk di DPR itu dominan mendukung pemerintah, sehingga bisa dilihat nanti.
“Semua partai kan ada di situ dan mayoritas anggota DPR kan mendukung pemerintah. Nggak mungkin lah. Ini bukan soal politik ini soal masa depan orang, harapan. Jadi, orang jangan dibiarkan bengong nggak punya harapan. Itu yang jadi pertimbangan kita,” kata Fahri.(faz/ipg)