Lebih dari 120.000 warga sipil harus meninggalkan rumah mereka akibat serangan militer Suriah di bagian barat-daya negeri itu yang bermula sejak pekan lalu menurut kelompok pemantau perang pada Jumat (29/6/2018). Sementara seorang pejabat senior Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan kemungkinan malapetaka karena mereka berisiko terjebak di antara pihak yang berperang.
Pasukan pemerintah dan sekutu mereka tampak membuat kemajuan besar di Provinsi Deraa di Suriah Timur. Daerah itu termasuk tempat media negara mewartakan mereka bergerak di beberapa kota kecil. Seorang petinggi gerilyawan mengatakan garis depan oposisi telah ambruk.
“Serangan dukungan Rusia tersebut telah menewaskan tidak kurang dari 98 warga sipil, termasuk 19 anak kecil sejak 19 Juni,” kata Observatorium Suriah bagi Hak Asasi Manusia dilansir Antara.
Serangan itu juga telah membuat puluhan ribu orang terusir ke arah perbatasan dengan Yordania. Menurut kelompok pemantau yang berpusat di Inggris tersebut, ribuan orang mengungsi ke perbatasan dengan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Israel dan Yordania, yang sudah menampung 650.000 pengungsi Suriah, menyatakan mereka tidak akan mengizinkan pengungsi masuk lagi.
“Kami dibiarkan menghadapi pengeboman, bom-bom barel, (serangan udara oleh) Rusia dan pesawat tempur Suriah,” kata Abu Khaled Al-Hariri (36), yang menyelamatkan diri dari Kota Kecil Al-harak menuju perbatasan Dataran Tinggi Golan bersama istri dan lima anaknya.
“Kami menunggu Tuhan membantu kami, untuk tenda, selimut, dan bantuan bagi anak-anak kami untuk makan dan minum,” katanya sebagaimana dikutip Reuters.
Zeid Ra’ad Al-Hussein Komisariat Tinggi PBB Urusan Hak Asasi Manusia mengatakan, ada risiko berbahaya kalau banyak warga sipil terjebak di antara pasukan pemerintah, kelompok gerilyawan, dan petempur ISIS yang memiliki kubu kecil disana.
“Keprihatinan sesungguhnya ialah kita akan menyaksikan terulangnya apa yang kita saksikan di Ghouta Timur, pertumpahan darah, penderitaan, warga sipil ditahan, di bawah pengepungan,” kata Liz Throssell Juru Bicara Hak Asasi manusia PBB.
Pasukan Pemerintah Suriah, yang didukung oleh kekuatan udara Rusia, telah mengubah pusat serangan ke bagian barat-daya negeri itu. Daerah terebut diketahui telah dikuasai gerilyawan sejak merebut kembali sisa daerah kantung terakhir yang terkepung. Termasuk Ghouta Timur di dekat ibu kota Suriah, Damaskus.
Aksi tersebut telah mengguncang kesepakatan ‘penurunan ketegangan’ yang dirundingkan oleh Amerika Serikat, Rusia dan Yordania dan kebanyakan telah mengekang pertempuran di bagian barat-daya Suriah sejak tahun lalu.(ant/tna/ipg)