Mengenakan tutup kepala dan wajah terbuat dari bilah-bilah bambu tipis yang sudah dibentuk sedemikian rupa, sejumlah penari menampilkan gerakan tari yang dinamis. Tubuh mereka bergerak seiring suara gamelan.
Tubuh-tubuh lentur itu membuat gerakan berputar mengikuti suara gamelan etnik Banyuwangi yang memang dipilih menjadi pengiring karya tari garapan Heri Lentho, yang pernah ditampilkan pada sebuah festival seni di Jepang.
“Bercerita tentang tolak bala pada sebuah negeri yang terselamatkan daris erangan wabah tikus. Ini sebenarnya hanya simbolis saja. Tetapi sejatinya memiliki pesan yang sangat dalam. Mungkin akan mudah dipahami jika menyaksikan sendiri bagaimana Rai Gedek ditampilkan,” kata Heri Lentho saat ditemui di sela-sela mengawasi latihan penarinya, Kamis (6/9/2018).
Pada rencana penampilannya di pentas SIPA 2018 di kota Solo, Jawa Tengah, Lentho juga akan berkolaborasi dengan Maskur seorang komponis muda asal Banyuwangi yang menampilkan ritual Kumarajana.
“Ritual itu biasanya digelar masyarakat pedesaan untuk meminta hujan setelah sekian waktu desanya mengalami kekeringan. Hujan menjadi sangat dibutuhkan, dan Kumarajana akan bercerita tentang ritual itu,” tambah Heri Lentho.
Tampil di pentas SIPA adalah sejarah tersendiri bagi perjalanan berkesenian Heri Lentho, termasuk dengan menampilkan Rai Gedek tersebut. “Ini penampilan pertama untuk saya dan Rai Gedek. Sebuah kehormatan bisa tampil di SIPA,” ujar Heri Lentho.
Rai Gedek dijadwalkan tampil pada Jumat (7/9/2018). Solo International Performing Art (SIPA) tahun 2018 digelar selama 3 malam mulai Kamis (6/9/2018) hingga Sabtu (8/9/2018) di Benteng Vastenburg, Solo.
Sejumlah artis dan seniman dalam dan luar negeri tampil pada pementasan SIPA 2018 yang digelar dengan menghadirkan panggung megah, mewah, dan spektakuler.(tok/den)