Setelah tiga kali mencoba, Chandra Pratama Setiawan, S.IIP., M.Sc., pustakawan Universitas Kristen Petra (UK Petra) akhirnya berhasil memperoleh kesempatan mengembangkan pendidikan dan profesional pustakawan di Ohio, Amerika Serikat.
Program bergengsi bertajuk Jay Jordan IFLA/OCLC Early Career Development Fellowship Program ini merupakan program dari The International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA) bersama dengan Online Computer Library Center (OCLC) yang hanya memberikan kesempatan pada lima pustakawan muda dari negara berkembang di dunia.
“Puji Tuhan ini merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi seorang pustakawan. Kita akan mendapatkan ilmu langsung dari sang ahli serta mengupdate dengan perkembangan-perkembangan teknologi informasi serta isu kepustakaan global yang kemudian dapat diterapkan di negara kita,” terang Chandra.
Hanya lima pustakawan muda dari lima negara berbeda yang terpilih dari 90 pustakawan dan pakar sains informasi dari 40 negara yang berbeda. Sebelumnya Chandra, merinci pustakawan muda artinya masa kerja di perpustakaan minimal tiga tahun dan maksimal delapan tahun.
“Ini dikhususkan bagi para lulusan jurusan perpustakaan dalam rentang lima tahun terakhir,” tambah Chandra.
Sebelumnya Chandra, yang juga seorang lulusan dari NTU Singapore dengan beasiswa Asean Graduate Scholarship dari pemerintah Singapura, mencoba program ini selama tiga kali dan gagal.
Berkat kegigihannya akhirnya Chandra, berhasil terpilih bersama dengan empat pustakawan lainnya yaitu Alehegn Adane Kinde dari Universitas Gondar-Ethiopia, Arnold Mwanzu dari Pusat Internasional Fisiologi dan Ekologi Serangga (icipe)-Kenya, Boris Denadic dari Perpustakaan Nasional Serbia, dan Chantelle Richardson dari Perpustakaan Nasional Jamika, Jamaika.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum Chandra sebelum mengikuti program ini diantaranya membuat essay berbahasa Inggris yang menceritakan mengenai pengalamannya di bidang perpustakaan, permasalahan perpustakaan yang dihadapi di Indonesia, serta peluangnya.
IFLA merupakan badan internasional terkemuka yang mewakili kepentingan layanan perpustakaan dan informasi penggunanya.
Sedangkan OCLC merupakan perusahaan perpustakaan nirlaba global yang menyediakan layanan teknologi bersama, penelitian asli dan program komunitas sehingga perpustakaan dapat lebih memfokuskan pembelajaran, penelitian dan inovasi.
Selama empat minggu, Chandra dan keempat pustakawan lainnya terlibat banyak kegiatan diantaranya sesi kelas membahas trend pengelolaan perpustakaan saat ini serta teknologi yang mendukungnya (misalnya: cataloguing and metadata, reference service, user experience, community engagement), sesi leadership dengan CEO OCLC, diskusi perpustakaan dan kepustakawanan dengan librarian dari beberapa perpustakaan, kunjungan ke berbagai macam perpustakaan hingga diskusi dengan perwakilan IFLA.
Apakah bisa diterapkan di Indonesia, khususnya perpustakaan Surabaya? “Bisa!,” kata Chandra mantap.
Satu diantaranya dengan menyediakan layanan drive through, menggalakkan program kegiatan membaca dengan tema tertentu yang berganti-ganti dengan ditambah hadiah, menyediakan layanan bimbingan belajar gratis untuk anak sekolah hingga pelatihan menulis lamaran pekerjaan.
Semuanya ini dilakukan agar masyarakat semakin gemar membaca dan berkunjung ke perpustakaan.
Skip Prichard, President dan CEO OCLC mengatakan bahwa program ini menawarkan pengalaman, gagasan, koneksi dan inspirasi pada para profesional berbakat yang dipilih untuk berpartisipasi. Para pustakawan terpilih ini akan belajar dan kemudian menerapkan program baru yang inovatif di negara asalnya.(tok/dwi)