Prof Soeky Efran Kusuma Staf Medik Fungsional Forensik RSUD Dr. Soetomo mengungkapkan proses identifikasi pada delapan jenazah korban kebakaran, menggunakan gigi sebagai data primer. Hal itu dilakukan, karena kondisi korban yang sudah sulit dikenali.
Memang dalam kondisi korban yang seperti itu, kata Soeky, satu-satunya cara identifikasi yang bisa dilakukan dengan menggunakan gigi atau tes DNA. Namun menurutnya, penggunaan gigi lebih ampuh dibandingkan tes DNA.
Selain gigi, proses identifikasi juga semakin mudah dengan bantuan data sekunder, berupa foto korban yang didapatkan dari pihak keluarga. Foto yang digunakan itu adalah foto korban yang memperlihatkan kondisi giginya, seperti saat tertawa maupun senyum.
Dengan foto yang tersenyum atau tertawa, kata Soeky, akan sangat mudah dicocokkan dengan kondisi korban. Dimana dalam hal ini, satu-satunya kondisi korban yang bisa dikenali, hanya bagian giginya.
“Untuk yang datang ke tim antemortem itu keluarga. Kalau bisa jangan tangan kosong. Apalagi kondisi para korban ini, terbakar dan sulit dikenali. Satu-satunya cara yaitu dengan gigi atau tes DNA. Tapi dalam hal ini, gigi yang paling ampuh. Kemudahan itu bisa terbantu dengan adanya foto terakhir kondisi gigi korban, misal saat senyum ntah ketawa. Apapun asal giginya kelihatan,” kata Soeky, di RSUD Dr. Soetomo, Rabu (30/5/2018).
Hal senada juga dikatakan oleh Prof Mieke Sylvia Margaretha guru besar Odontologi Forensik FKG Unair. Menurutnya, setiap orang mempunyai posisi gigi yang berbeda-beda. Sehingga akan memudahkan proses identifikasi. Apalagi, gigi merupakan bagian tubuh yang terkuat dan tahan api, kimia bahkan pukulan.
“Jadi foto gigi yang kami minta itu, agar kami bisa melihat posisi gigi depan. Setiap orang punya ciri khas, itu yang membantu kami. Foto itu kami zoom, lalu dicocokkan. Betapa pentingnya, gigi itu merupakan bagian tubuh yang terkuat yang tahan api, kimia dan pukulan,” jelasnya. (ang/dwi/rst)