Jokowi Presiden mensinyalir ada politikus yang sengaja memanaskan situasi
di tahun politik menjelang Pemilu Legislatif dan Presiden 2019.
Sebab itu, Presiden mengingatkan masyarakat tidak gampang curiga atau berburuk sangka kepada orang lain.
Yang benar itu selalu berprasangka baik kepada orang lain. Selalu melihat orang lain dengan penuh kecintaan. Tidak gampang curiga. Selalu berpikir positif. Tidak selalu menyampaikan hal-hal yang negatif terus. Merasa benar sendiri. Merasa pintar sendiri. Merasa betul sendiri.
Persatuan dan persaudaraan ini menjadi lebih penting untuk dijaga mengingat Indonesia akan memasuki tahun politik 2019 di mana Pemilihan Presiden akan dilaksanakan. Presiden pun berpesan agar masyarakat tetap rukun walaupun berbeda pilihan politik.
“Kalau mendekati pilihan bupati, wali kota, gubernur dan pemilihan presiden, sering dikompori oleh para politikus dengan berbagai macam kepentingan,” kata
Presiden di Pondok Pesantren (Ponpes) An-Najah, Gondang, Sragen, Jawa Tengah, Sabtu malam (14/7/208).
Di depan santri dan pengaduh pondok pesantren An Najah, Jokowi mengajak masyarakat pintar memilih pemimpin. Salah satunya dengan melihat rekam jejak calon pemimpin itu.
“Lihat rekam jejaknya, lihat track recordnya, pernah jadi apa, prestasinya apa, kinerjanya seperti apa. Harus dilihat. Jangan gampang percaya,” pesan Jokowi.
Gun Gun Heriyanto pengamat politik ketatanegaraan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, meminta pernyataan presiden tersebut jangan hanya ditujukan kepada lawan politiknya, atau pihak oposisi. Karena politisi partai koalisi juga melakukan hal yang sama.
Karena ini negara demokrasi, menghormati kebebasan menyampaikan pendapat, tapi etika harus tetap dijaga. “Istilah tidak beradab seperti mulut comberan, otak kebo, otak jongkok sebaiknya jangan digunakan untuk menyerang lain yang berbeda pendapat,” kata Gun Gun.
Secara terpisah Mgr Ignatius Suharyo Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) menyatakan tidak setuju digunakannya istilah tahun Politik menjelang Pemilu legislstif maupun pemilu Presiden.
Tidak satupun negara di dunia yang menggunakan istilah tahun politik menjelang pemilihan presiden. Mereka menyebut tahun elektoral, karena memang ada pemilihan.
Kalau memakai istilah tahun politik kita itu sama dengan merendahkan politik itu sendiri.
“Faktanya tahun politik diwarnai dengan korupsi, saling caci maki, merasa paling benar sendiri, demi mendapatkan kekuasaan di tahun politik,” kata Suharyo yang merangkap Uskup Agung Keuskupan Jakarta. (jos/dwi)