Memasuki hari keempat PBL (Problem-Based Learning), Jumat (9/2/2018) peserta menerima materi Belajar Bahasa Indonesia bersama Dr. Ruruh Mindari, M.Pd., dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UKWMS.
Peserta diajari bagaimana memperkenalkan diri, berhitung hingga berdialog cara menawar harga apabila pergi ke suatu pusat perbelanjaan. Nohara Katayama dari OIT (Osaka Institute of Technology) satu di antara peserta PBL yang mencoba memperkenalkan diri dalam Bahasa Indonesia.
“Selamat pagi, nama saya Nohara. Saya dari Jepang, saya kuliah di OIT. Saya ingin belajar Bahasa Indonesia. Terima kasih,” ujar Nohara Katayama disambut tepuk tangan riuh dari peserta lainnya.
Materi kedua menyoal pengolahan limbah air. Materi disampaikan Ir. Suryadi Ismadji, Ph.D., dengan topik Adsorption of Hazardous Substances From Water (Penyerapan Zat Limbah Berbahaya dari Air).
“Terkadang usaha kecil maupun besar, limbahnya langsung dibuang tanpa diolah. Hal ini tentu berbahaya karena begitu limbah tercemar di air, terpapar ke organisme yang lebih kecil hingga besar termasuk ikan dan kerang dan itu akan mengendap dalam tubuh mereka. Lalu ikan dan kerang dikonsumsi oleh kita. Maka limbah yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu, sejatinya akan kembali kepada kita,” jelas Suryadi.
Suryadi mencontohkan beberapa bahan kimia yang kerap mencemari air diantaranya antibiotik, pestisida, pewarna, logam berat hingga minyak mentah dan beberapa bahan lainnya.
“Antibiotik di Indonesia sangat mudah didapatkan dan harganya murah, bahkan hampir seperti obat generik. Berbeda dengan di negara lainnya. Bahkan logam berat punya dampak bagi kesehatan manusia mulai gangguan kulit, mata, hati hingga menyebabkan kanker,” terang Suryadi.
Terlebih, lanjut Suryadi masih ada pengusaha makanan yang menggunakan pewarna tekstil dalam campuran bahannya, dan tentu berdampak terhadap lingkungan dan tubuh manusia.
Didasari pemahaman itu, peserta PBL diajak melakukan eksperimen di Lab Kimia Analisa yakni mengolah air yang terkontaminasi zat pewarna dengan menggunakan empat macam penyerap yakni zeolite, bentonite, karbon aktif dan cangkang telur.
Sesi eksperimen dipandu Shella Permatasari, Ph.D., dosen Teknik Kimia UKWMS. Pada bagian ini, total air yang terkontaminasi sebanyak 250ml dibagi kedalam empat tabung pengukur, lalu diberi penyerap masing-masing 1,5 gram bahan penyerap.
Selanjutnya empat tabung tersebut dimasukkan kedalam waterbath selama 30 menit untuk proses penyerapan. Berikutnya untuk mengetahui seberapa banyaknya zat warna yang terserap oleh bahan penyerap, peserta melakukan pengukuran konsentrasi zat warna dengan menggunakan spektrofotometer.
Dari pengukuran tersebut, didapati bahwa setelah dilakukan proses penyerapan konsentratsi zat pewarna dalam air berkurang dan warna air yang didapatkan menjadi lebih jernih.
Satu diantara peserta PBL dari NTUST (National Taiwan University of Science and Technology) yakni Wu Xin Ping mengatakan, bahwa mempelajari eksperimen ini menarik lantaran di bangku kuliah seringkali hanya berurusan dengan teori-teori saja.
“Di kampus seringkali hanya teori-teori saja yang di dapat, tapi ternyata disini banyak prakteknya. Selain itu saya juga senang belajar tentang kebudayaan, dan ternyata di Indonesia banyak juga kebudayaan yang bisa dipelajari,” ternag Wu Xin Ping.
Kerjasama antara UKWMS dengan National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) dan Osaka Institute of Technology (OIT) Jepang, dalam melaksanakan sistem pembelajaran Problem-Based Learning (PBL) digelar selama tujuh hari bertema The Challenge of Preserving Batik as a Local Cultural Heritage in the Midst of Disruptive Digital Era.
Kerjasama yang diinisiasi oleh Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) ini turut melibatkan Fakultas Ilmu Komunikasi, Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Farmasi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Bisnis serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan serta Fakultas Filsafat.(tok/ipg)