Soekarwo Gubernur Jawa Timur sempat berpesan kepada sejumlah mahasiswa paduan suara dan orchestra Jatim setelah upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda, Senin (29/10/2018).
Dia menyampaikan tentang bagaimana siber ekonomi atau ekonomi digital menjadi sebuah keniscayaan dan akan dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Tapi dia meminta anak muda tetap kritis pada proses ini.
“Tidak ada konsep yang lengkap tentang disruption ini, seperti yang dipaparkan oleh Fukuyama (Francis Fukuyama, penulis buku) dalam ulasan-ulasan di google,” ujarnya.
Tentang bagaimana turning point kebudayaan akibat disruption seperti disampaikan Fukuyama, yang menurutnya harus cepat-cepat disikapi. Termasuk oleh generasi muda di Indonesia, khususnya di Jawa Timur.
“Kalau itu tidak cepat kita sadari, kita antisipasi, anak muda juga tidak kritis akan semua proses ini, maka kita (Jatim) hanya akan menjadi market. Market di mana? Ya, di marketplace itu,” katanya.
Saat ini, Pemprov Jatim sedang berkonsolidasi dengan salah satu marketplace ternama di Indonesia dalam hal meningkatkan perputaran produk lokal Indonesia.
“Kalau bisa tidak menjual barang-barang dari luar negeri. Kita mengangkat produk-produk dalam negeri. Saya kira ini akan menjadi bentuk nasionalisme baru di era siber ini,” katanya.
Saat ini, konsolidasi dengan salah satu marketplace buatan anak negeri itu terus berlangsung. Pakde Karwo mengakui, saat ini perjanjian seperti yang dia sampaikan belum disepakati bersama.
“Belum, belum. Tapi secara oral, mereka sudah siap melakukan ini. Saya juga harus bawa ini ke DPRD, tentang pembicara yang menjadi politik ekonomi ini,” ujarnya.
Pakde Karwo mengakui, Pemprov Jatim tidak bisa terlalu jauh mengatur persoalan ekonomi digital. Era siber sudah menghilangkan batasan-batasan (borderless) yang bisa diterapkan oleh pemerintah.
“Cuma satu saja yang bisa. Perlindungan terhadap konsumen, yang lainnya tidak bisa. Ini namanya perjanjian moral,” ujarnya.(den/rst)