suarasurabaya.net saat ini diundang oleh Kedubes Indonesia di Selandia Baru dalam rangka meningkatkan pemahaman antara masyarakat Indonesia tentang Selandia Baru.
Di Selandia Baru ini Kedubes Indonesia di Selandia Baru menyampaikan program pemerintah Indonesia disini, kemajuan priwisata di Selandia Baru, peternakan, pengolahan energi terbarukan dan manufaktur yang bisa dijadikan model untuk pengembangannya di Indonesia.
Dengan program tersebut diharapkan hubungan people to people antara Indonesia dengan Selandi Baru bisa harmonis.
Sekadar diketahui, hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan penting demi keutuhan NKRI, karena selama ini negara Pasifik Selatan seperti Selandia Baru, Vanuatu, Tonga, Samoa dan Australia sering dipakai untuk memainkan isu Papua Merdeka.
Tantowi Yahya Duta Besar Indonesia di Selandia Baru mengatakan kalau persoalan Papua ini bukan hanya persoalan pemerintah, tapi juga stakeholder lainnya, termasuk DPR RI.
Persoalan Papua itu bukan hanya menjadi persoalan Kemlu saja. Dibutuhkan total diplomasi, atau total football dalam bahasa sepak bola.
“Jadi setiap stakeholder itu mempunyai kontribusi. Misalnya Parlemen. Parlemen itu harus paham betul isu Papua ini di Pasifik dimainkan oleh Parlemen juga. Jadi kalau Parlemen Indonesia tidak punya Roadmap untuk membantu pemerintah, maka penylesaian masalah Papua ini akan berjalan lambat, bahkan semakin lama bisa memburuk,” ujarTantowi di Wellington, Selandia Baru (9/5/2018).
Tantowi mengaku kalau sejak 2017 lalu telah pro aktif mendatangi DPR RI untuk membangun kesepahaman soal isu Papua.
“Nah ini yang saya bangun, bulan Agustus 2017 lalu saya balik ke Indonesia bertemu Fadli Zon wakil ketua DPR dan pimpinan fraksi-fraksi untuk membangun kesepahaman ini,” kata dia.
Tantowi merasa sedih sekali,karena kunjungan anggota-anggota DPR RI ke wilayah pasifik itu hampir tidak ada. Padahal kalau mau mencari isu, manfaat kunjungan keluar negeri adalah ke wilayah Pasifik.
“Jadi kalau mereka datang ke pasifik, bikin kaukus atau grup kerja sama, undang mereka (Parlemen negara Pasifik), paling tidak bisa meredam isu Papua itu,” jelasnya.
Kemudian, kata Tantowi, Kampus juga berperan. Yang dia harapkan dari Kampus itu lahirnya tulisan-tulisan ilmiah yang memandang secara netral tentang pentingnya Papua itu bergabung dengan NKRI, dan ruginya kalau lepas dari NKRI dengan contoh-contoh seperti Timor Leste.
“Penting tulisan itu dari Kampus, Karena, kalau dari Politisi dan Pemerintah akan mejadi bias,” tegas Tantowi.
Berikutnya adalah Pers yang jangan menelan mentah-mentah soal isu Papua, yang akhirnya merugikan negara sendiri. Pers harus sering mengangkat informasi soal pembangunan-pembangunan di Papua, orang-orang Papua yang sukses dan lainnya. Karena isu yang sering muncul soal Papua adalah ketidakadilan di semua lini.
Yang berikutnya, menurut Tantowi, adalah dunia usaha yang harus mulai mengembangkan usaha dan investasinya di wilayah Pasifik.
“Kalau sudut pandangnya hanya pangsa pasarnya dan daya beli yang kecil, maka tidak akan terjadi hubungan dagang antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik. Kalau sudut pandangnya merangkul Selandia Baru untuk kepentingan ekonomi mereka akan kontributif pada setiap gerakan Indonesia,” pungkas Tantowi.(faz/rst)