Ketika perang melawan penyalahgunaan narkoba dilakukan oleh sebuah keluarga, maka sosok Ibu tak ubahnya adalah panglima. Ibulah yang punya kekuatan menggerakkan putera-puterinya agar tidak menyentuh dan coba-coba narkoba.
“Ibu adalah panglimanya. Ibu yang mampu menggerakkan dan menyentuh hati putera-puterinya agar tidak terjebak mencoba dan menyalahgunakan narkoba apapun jenisnya. Sosok Ibu sangat penting dalam perang melawan narkoba,” terang Meimura sutradara Ludruk Irama Budaya.
Ibu selalu memberikan yang terbaik bagi keluarga, bagi putera-puterinya. Ibu juga yang menjaga serta memberikan kasih sayangnya kepada putera-puterinya sejak mereka masih bayi hingga dewasa.
“Ibu tidak meminta anak-anak, dan putera-puterinya untuk berbuat salah, apalagi berbuat dosa. Penyalahgunaan narkoba tidak hanya menyusahkan diri sendiri dan keluarga. Tetapi juga menyalahi hukum. Rasanya tidak ada Ibu yang mau menyuruh anaknya melakukan itu,” tegas Meimura.
Oleh karena itu, pada pementasan Ludruk Irama Budaya, Selasa (3/7/2018) di gedung Balai Budaya Surabaya bekerjasama dengan BNN Kota Surabaya, dan PMI UTD Surabaya, Meimura memilih lakon berjudul Siti Masyitoh.
Lakon yang mengisahkan sosok perempuan bernama Siti Masyitoh yang hidup di zaman Firaun menguasai Mesir, memang menceritakan keberanian seorang perempuan, seorang Ibu menentang kekuasaan raja demi kebenaran.
AKBP Suparti Kepala BNN Kota Surabaya, membenarkan bahwa peran seorang Ibu dalam perang melawan peredaran dan penyalahgunaan narkoba memang sangat besar dan punya pengaruh penting bagi keluarga.
“Karena seorang Ibu memang bagian penting dari pembinaan keluarga. Dan ditangan seorang Ibu juga anak-anak akan tumbuh dan berkembang. Ibu mana yang rela anaknya jadi pecandu narkoba?” tegas Suparti.
Ludruk Irama Budaya, Selasa (3/7/2018) tampil di acara Donor Darah Karo Ludrukan yang digelar BNN Kota Surabaya dalam rangka Pra HANI 2018.(tok/ipg)