Jenderal Polisi Tito Karnavian Kapolri mengatakan, perisitiwa terorisme yang terjadi di Surabaya seperti fenomena gunung es. Penangkapan dan tindakan lainnya ibarat memotong puncak gunung es.
Sebelumnya dia menyampaikan, ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari terjadi teror bom di Surabaya beberapa waktu lalu. Pertama berkaitan terjadinya peristiwa itu di Kota Surabaya yang sangat tidak diduga.
“Pelajaran pertama. Bahwa kota kita yang indah ini tidak lepas dari tindakan terorisme,” ujar Kapolri.
Kedua, kata dia, bahwa pelaku terorisme ini sudah bergeser. Yang telah terjadi belakangan para pelaku melibatkan keluarga. Melibatkan anak-anak usia 12 tahun dan 9 tahun yang semuanya perempuan.
“Pelakunya, kalau sebelumnya lebih banyak laki-laki. Ini ada perempuan, ibu-ibu juga. Melakukan serangan bom. Ini pelajaran bagi kita, bukan bagaimana kita bisa menangkapnya, tapi lebih pada pertanyaan, kenapa ini bisa terjadi?” Katanya.
Tito menambahkan peristiwa ini seperti halnya dengan fenomena gunung es. Puluhan orang terduga terorisme yang sudah ditangkap dan diamankan, kata Kapolri, hanya bagian dari memotong puncak gunung es. Padahal yang perlu ditanggulangi adalah akarnya, yang ada di bawah gunung es.
“Yang harus ditangani adalah ideologi, paham, mindset. Dan ideologi tidak akan pernah bisa dikalahkan dengan kekerasan. Tidak dengan cara ditembak mati. Ditangkap dan ditahan. Lain-lain. Karena letaknya ada di pikiran,” katanya.
Kapolri menyampaikan beberapa formula untuk membendung ideologi radikal ini. Pertama, Polri dan TNI akan terus melakukan pemetaan dan tindakan tegas kepada para terduga teroris yang mengancam stabilitas keamanan.
“Kedua, tidak bisa tidak kami meminta peran pemerintahan, baik Pak Karwo sebagai leading sektor di Jawa Timur dan Bu Risma di Surabaya, untuk mengumpulkan Kepala Dinas Pendidikan, Tokoh Agama, dan kepolisian untuk menangkal penyebaran ideologi ini,” katanya.(den/tna/rst)