Sabtu, 23 November 2024

Pemkot Surabaya Khawatir Pembiayaan Sampah Matikan Kultur Peduli Lingkungan

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Agus Sonhaji Kepala Bappeko Surabaya saat memberikan sambutan di acara Musrenbang yang digelar di Pemkot Surabaya, Rabu (28/3/2018). Foto: Antara

Pemerintah Kota Surabaya akan mengkaji wacana pembiayaan pengangkutan sampah dari rumah warga menuju tempat penampungan sampah sementara (TPS). Wacana pembiayaan ini diusulkan DPRD agar ditanggung Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Surabaya.

Agus Imam Sonhaji, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, di Surabaya, Jumat (30/3/2018) mengatakan, selama ini pengelolaan sampah memang hanya dari TPS ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sedangkan sampah yang dari rumah warga ke TPS, warga mengupayakan sendiri secara mandiri dan ikut peduli terhadap lingkungannya masing-masing.

“Terus ada wacana dari DPRD, sehingga kami berharap pembahasan ini lebih dikaji lebih mendalam,” ujar Agus Imam kepada Antara.

Wacana ini mengemukan setelah adanya Pansus Perubahan Raperda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah dan Kebersihan di DPRD Surabaya. Pansus ini mengupayakan pembiayaan pengangkutan sampah dari rumah warga ke TPS ditanggung APBD Surabaya.

Adapun beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan dipikirkan adalah peraturan pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang telah diundangkan pada 15 Oktober 2012.

Dalam PP itu, lanjut dia, disebutkan bahwa tanggung jawab pemerintah daerah atau Pemkot Surabaya hanya dari TPS ke TPA.

“Jadi, kalau sampah dari rumah tangga kita yang mengelola, itu tentu melebihi dan tidak sesuai dengan PP itu,” jelasnya.

Menurut Agus, yang lebih penting lagi untuk dipikirkan adalah sisi kulturnya yang sudah terbangun sejak lama.

Ia menjelaskan, Surabaya merupakan kota pertama yang berhasil mengajak dan menggerakkan warganya untuk peduli lingkungan dan sampah.

Hal itu mulai dibangun sejak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjabat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan tahun 2008.

“Saat itu, Bu Risma berhasil mengajak warga peduli dengan lingkunganya masing-masing, sehingga kalau kotor langsung dibersihkan. Bahkan, tanpa disuruh pun mereka akan membersihkan lingkungannya. Ini sudah menjadi percontohan di daerah-daerah lainnya, termasuk di luar negeri,” katanya.

Apabila wacana ini tetap direalisasikan, Agus khawatir akan mematikan kultur warga yang sudah sangat mengakar di Kota Surabaya. Hal ini pun akan menjadi kerugian aset sosial yang sangat luar biasa. Sebab, selama ini warga sudah sangat aktif dalam mengelola sampah dan peduli terhadap lingkungannya masing-masing.

“Bahkan, banyak yang membuat bank sampah dan bisa menghasilkan pendapatan dari bank sampah itu. Banyak model lainnya yang dilakukan oleh warga, masak ini harus kita matikan,” ujarnya.

Agus menilai, pengelolaan sampah dari rumah warga ke TPS itu merupakan partisipasi publik yang sangat sukses di Kota Surabaya. Melalui cara ini, maka warga bisa bergotong royong dalam membersihkan lingkungannya dan menghilangkan individualisme antar warga.

Selain itu, lanjut dia, cara ini juga akan melestarikan adanya kampung-kampung yang tersebar di Kota Surabaya. Kampung-kampung ini yang selalu dipamerkan oleh wali kota ketika kunjungan ke berbagai daerah maupun kunjungan ke luar negeri.

Bahkan, lanjut dia, di kampung itu, warga bisa bergotong-royong, peduli satu sama lain dan rasa tolong menolongnya sangat tinggi, termasuk bisa mencegah kriminalitas dan kenakalan remaja secara bersama-sama.

“Inilah kelebihan Kota Surabaya, karena dibangun dari partisipasi semua pihak, terutama warga. Nah, kondisi ini juga perlu dipikirkan lebih mendalam,” kata dia.

Agus menambahkan, partisipasi semua pihak itulah yang menjadi salah satu poin penting dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dari suatu kota.

Ia juga menjelaskan bahwa dengan cara ini ketahanan sebuah kota akan tetap terjaga. “Jadi, berbagai pertimbangan ini perlu dipikirkan lebih mendalam,” katanya.

Binti Rochmah, Ketua Pansus Perubahan Raperda Pengelolaan Sampah DPRD Surabaya sebelumnya mengatakan pihaknya sedang melakukan pembahasan. Ia menjelaskan bahwa beberapa kali melaksanakan konsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup (LH), utamanya terkait pengelolaan sampah rumah tangga.

“Pansus mendapatkan arahan dari Kementerian LH. Dari arahan itu Pansus menggodok terkait pengelolaan sampah sampai ke TPA dengan menggunakan APBD,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa sampah yang dihasilkan di wilayah Kota Surabaya mencapai 1.500 ton per hari. Sampah sebanyak itupun setelah mengalami proses reduce (mengurangi sampah), reuse (menggunakan kembali sampah yang masih bisa digunakan) dan recycle (daur ulang sampah) sampai ke TPA dengan biaya Rp 500 ribu per ton.

Menurut dia, produksi sampah yang dihasilkan setiap daerah berbeda. Untuk itu dia berharap hasil perubahan Raperda ini bisa mengurangi sampah di Surabaya. (ant/tna/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs