Agus Gumiwang Menteri Sosial mengatakan pemerintah akan memparalelkan pelaksanaan Program Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) dengan Program Keluarga Harapan (PKH) mulai tahun 2019.
“Kita akan sandingkan antara BPNT dengan PKH dengan sasaran sama-sama 15,6 juta keluarga penerima manfaat atau KPM, jadi setiap keluarga yang menerima BPNT, dia juga penerima PKH, keluarga penerima PKH juga akan menerima BPNT,” ungkapnya di Istana Kepresidenan, Kamis (13/12/2018).
Dilansir dari Antara, menurut Agus dengan pelaksanaan bersama program itu maka keluarga sasaran ditargetkan menjadi 15,5 juta KPM pada 2020.
Dia menyebutkan untuk BPNT pada 2019 sudah 100 persen menjangkau 15,6 juta KPM dan pada 2019 tidak ada lagi program beras sejahtera (rastra).
Menurut Mensos, 15,6 juta KPM adalah struktur masyarakat Indonesia terbawah. Ia menyebutkan pada 2018, PKH sudah menjangkau sekitar 10 juta KPM.
“Kita akan sandingkan antara PKH dengan BPNT menjadi sama-sama 15,6 juta pada 2019,” katanya.
Mengenai indeks penentuan PKH tahun 2019, ia mengatakan kebijakan barunya adalah non-flat, berbeda dengan 2017/2018 yang flat.
“Jadi kondisionalitasnya tetap kita jaga dengan bantuan sebesar Rp1,8 juta, itu flat. Nah 2019 nanti itu ada komponen-komponen yang akan mempengaruhi jumlah/indeks yang akan diterima oleh KPM,” katanya.
Agus mencontohkan dalam keluarga yang ada ibu yang hamil maka dia akan mendapatkan tambahan Rp 2,4 juta, di keluarga yang ada balitanya akan ada tambahan lagi Rp2,4 juta.
Mengenai teknis pelaksanaannya, Mensos mengatakan peran pendamping PKH sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan PKH.
“Karena pendamping yang bisa memastikan pelaksanaannya bersama dengan pemerintah daerah sampai kepala desa termasuk melakukan verifikasi dan validasi setiap KPM yang ada,” katanya.
Ia menyebutkan berbagai indeks diatur sedemikian rupa sehingga satu KPM paling banyak hanya dapat menerima empat komponen indeks.
“Tidak bisa lebih dari itu. Misalnya komponen pertama ada ibu hamil, lansia, disabilitas dan anak SD. Nah empat, kalau ada anak SMA itu tidak akan kita tambah. Sudah hitung angka maksimal totalnya Rp9 juta per tahun setiap KPM,” katanya. (ant/dim/rst)