Benang-benang rajut dalam beberapa warna diletakkan di sebuah meja panjang. Beberapa perempuan terlihat mengelilingi meja tersebut dengan menggunakan masing-masing kursi, dan di tangan masing-masing perempuan itu memegang: crochet hook.
Perlahan tapi pasti tangan-tangan itu kemudian menggerakannya. Tangan kanan memegang crochet hook sedangkan tangan kiri melalui jari-jari seolah mengatur panjang pendek benang yang sedang dirajut.
“Mereka ini para relawan. Mereka berasal dari mana-mana, maksudnya profesinya. Ada Ibu rumah tangga, ada mahasiswi. Dan mereka punya ketertarikan merajut. Dan lebih spesifik lagi mereka inilah para perajut payudara artifisial,” terang Yosy Natalya koordinator Knitted Knockers Indonesia di Jawa timur.
Dari proses merajut tersebut, terbentuk bantalan-bantalan bulat yang memang nantinya akan digunakan para penyintas Kanker payudara yang sudah diangkat atau dioperasi oleh sebab Kanker payudara.
“Dibuat sesuai ukuran payudara. Karena memang ukuran masing-masing perempuan berbeda-beda. Warnanya sesuai selera masing-masing penyintas yang memang membutuhkan,” tambah Yosy.
Benang-benang yang digunakan sebagai bahan, lanjut Yosy memang dipilih secara khusus dan tidak bisa sembarangan memilih. “Terutama bahan yang dipilih, atau benang yang dipilih, memang harus khusus,” kata Yosy.
Pemilihan benang khusus diharapkan nantinya bagi pengguna tidka akan menimbulkan efek-efek sampingan. “Karena payudara artificial ini juga langsung bersentuhan dengan kulit dan keringat. Oleh karena itu harus dipilih yang khusus,” tegas Yosy.
Sementara itu, acara Merajut Cinta dalam Pita Pink digelar dalam rangka Breast Cancer Awarness, kerjasama Rotary Club dengan Lenmarc Mall Surabaya, dihadiri Fatma Saifullah Yusuf, dan diwarnai dengan pemaparan bahaya serta pencegahan Kanker payudara oleh dr. Dwirani Rosmala Pratiei Sp. B., dr. Agustina Konginan Sp. Kj., serta dr. Titiek Ahadiah Sp., THT (K).(tok)