Dua ekor Lumba-lumba, jenis Hidung Botol dan satu lagi jenis Poemintal mati setelah upaya penyelamatan dilakukan sebelumnya.
Satu ekor Lumba-lumba Poemintal yang bertahan dan selamat kemudian direlokasi dari pulau Menjangan Besar.
Ketiga ekor Lumba-lumba itu kabarnya sengaja ditangkap di perairan kepulauan Karimunjawa, Jepara, Jawa tengah lalu dimasukkan dalam kolam dangkal di Pulau Menjangan Besar yang dihuni sekitar 30 ekor Ikan Hiu.
Kondisi Lumba-lumba dalam kolam tersebut sangat memprihatinkan, karena stress dan tubuh mereka penuh luka ditambah lagi dalam kolam tersebut dipenuhi Hiu yang terlihat sesekali menyundul lumba-lumba tersebut.
Menurut kronologi kejadiannya, Jumat (15/12/2017) lalu, tim Jakarta Animal Aid Network (JAAN) tiba dilokasi dan bersama dengan Balai Taman Nasional Karimunjawa, BKSDA Jawa Tengah, PolAir Polda Jawa Tengah, Pos AL Karimunjawa dan Unsur muspika Karimunjawa melakukan observasi dan penutupan sementara kolam Hiu tersebut dari pengunjung.
Pada proses penyelamatan, kurang dari 48 jam, 2 ekor Lumba-lumba, tidak berhasil diselamatkan, meskipun tim JAAN telah melakukan gerak cepat. Sedangkan seekor Lumba-lumba yang selamat langsung di relokasi dari Pulau Menjangan Besar ke seapen (kandang laut) di Pulau Kemujan, Karimunjawa untuk di observasi dan berhasil dilepasliarkan ke habitatnya.
Seapen di Pulau Kemujan, Karimunjawa tersebut merupakan tempat untuk merehabilitasi dan merawat Lumba-lumba, termasuk Lumba-lumba yang berasal dari sirkus, maupun yang terluka dan terdampar untuk kemudian dilepasliarkan kembali ke habitatnya.
Dibangun tahun 2011, seapen itu satu-satunya kandang laut permanen pertama di Indonesia untuk merehabilitasi Lumba-lumba.
Keberadaan seapen itu dibawah dukungan Dolphin Project, Jakarta Animal Aid Network dan bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Taman Nasional Karimunjawa dan Balai Besar KSDA Jawa Tengah.
Sementara itu, sekedar catatan, bahwa penangkapan ilegal di habitat asli Lumba-lumba hingga hari ini masih terus terjadi. Praktek pentas Lumba-lumba yang kadang memanfaatkan Lumba-lumba dari tangkapan ilegal tersebut tidak mempresentasikan sebuah proses didik yang beresensi, justru melecehkan nilai edukasi dan konservasi.
Edukasi dan konservasi yang diklaim oleh sirkus satwa hanyalah tabir pembenaran eksploitasi satwa liar untuk hiburan dan kepentingan komersial belaka.
Praktek edukasi yang salah ini akan mencetak generasi-generasi baru Indonesia yang tidak terpuji, mengancam kelestarian satwa liar di habitat alaminya, serta mendorong penangkapan dan perdagangan ilegal satwa liar.
Pertunjukan sirkus Lumba-lumba keliling ini, berdasarkan catatan JAAN telah menuai gelombang protes dari masyarakat dunia. Sampai saat ini, hanya Indonesia satu-satunya negara yang masih membiarkan sirkus Lumba-lumba tersebut berlangsung.
Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan Kelompok pembela hak-hak satwa lainnya akan tetap memantau dengan seksama proses hukum terhadap para pelaku, karena menangkap dan memelihara Lumba-lumba secara illegal. Praktek itu merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang No. 5 Tahun 1990.
Pada siaran persnya, JAAN serta kelompok pembela hak-hak satwa lainnya meminta kepada Presiden Republik Indonesia untuk menghentikan eksploitasi (sirkus keliling) Lumba-lumba, karena tidak sesuai dengan kaidah kesejahteraan satwa.
Akibat sirkus keliling, banyak Lumba-lumba yang ditangkap secara illegal dan menghabiskan tahun-tahun mereka dalam bisnis pertunjukan yang justru menyedihkan bagi satwa.(tok/rst)