Sejumlah massa yang mengatasnamakan “Masyarakat Surabaya Menggugat” melayangkan gugatan Class Action terhadap Rumah Sakit Siloam dan PT Nusa Kontruksi Enjinering (NKE) Tbk, terkait amblesnya Jalan Raya Gubeng pada Selasa (18/12/2018) malam.
Bersama M. Sholeh selaku Kuasa Hukum penggugat, massa yang berjumlah sekitar 25 orang ini mendatangi Pengadilan Negeri Surabaya, Jumat (21/12/2018).
Kepada awak media, Sholeh mengatakan gugatan ini dilayangkan untuk menutut kedua tergugat agar membayar ganti rugi sebesar Rp300 miliar. Sebab, terputusnya Jalan Raya Gubeng telah menimbulkan kerugian bagi penggugat dan kelompok masyarakat Surabaya yang berkepentingan atas pemanfaatan jalan tersebut.
Dampak penutupan jalan Raya Gubeng seringkali menimbulkan kemacetan dan mengharuskan masyarakat memutar lebih jauh untuk mencari jalan alternatif lain. Untuk itu, penggugat menuntut ganti rugi kepada 1 juta orang yang secara rinci per anggota sebesar Rp 10.000 selama 30 hari.
“Kami menghitung, kalau misalnya warga kota berjumlah 3 juta orang, maka ada sekitar 1 juta orang itu dirugikan akibat terjadinya penutupan jalan. Dihitungnya 1 orang dalam 1 hari dirugikan Rp10 ribu dengan alokasi bensin. Karena jalan ini tutup, mereka harus memutar, dan menghabiskan lebih banyak bensin. Belum macetnya. Lalu, kami asumsikan recovery Jalan Raya Gubeng ini butuh waktu 1 bulan. Maka, Rp10 miliar dikali 30 hari ketemunya Rp300 miliar,” jelas Sholeh, saat ditemui di PN Surabaya.
Sholeh menambahkan, tuntutan ganti rugi ini sebagai efek jera atau pembelajaran bagi para pelaku usaha. Sebab perbuatannya, sangat merugikan masyarakat dan bisa membahayakan keselamatan di sekitarnya.
Apabila gugatan ini dikabulkan, dan ganti rugi tersebut dipenuhi, para penggugat telah sepakat akan menyalurkannya ke fakir miskin dan anak yatim piatu.
“Kalau dianalisis kasus ini mirip dengan kasus Lapindo. Bagaimana sebuah kesalahan manusia mengakibatkan alam ini menjadi rusak. Untungnya ini tidak ada korban jiwa. Kalau iya, bisa masuk pidana. Komitmen kami, kalau ada ganti rugi berapapun yang didapatkan, uang itu bukan untuk kami. Tapi akan disalurkan ke fakir miskin, atau ke anak yatim. Pokoknya ini hanya sebagai pembelajaran kepada pelaku usaha dan harus ada efek jera. Ibarat habis melakukan kesalahan tidak serta merta hanya meminta maaf, lalu selesai,” pungkasnya. (ang/tin/rst)