Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap Rp4,7 miliar secara bertahap dari Johannes Budisutrisno Kotjo Pemegang Saham Blackgold Natural Resources Limited, terkait proyek pembangunan mulut tambang PLTU Riau-1.
Uang itu diduga pelicin supaya perusahaan swasta tersebut ikut mengerjakan proyek Independent Power Produce (IPP) PLTU mulut tambang Riau-1, bersama PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi (PJBI), dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).
Dakwaan perkara korupsi Proyek PLTU Riau-1 itu dibacakan Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (19/11/2018) siang hari ini, di Pengadilan Tipikor Jakarta yang ada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Terdakwa menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp4,7 miliar,” ujar Lie Putra Setiawan Jaksa KPK, Kamis, di Pengadilan Tipikor Jakarta yang ada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut Jaksa KPK, awalnya Setya Novanto selaku Ketua Umum Partai Golkar merangkap Ketua DPR RI, mempertemukan Kotjo dengan Eni Saragih anggota DPR yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup.
Novanto lalu meminta Eni mengawal Johanes Budisutrisno Kotjo dan perusahaannya supaya mendapat proyek PLTU Riau-1.
Kemudian, Eni dan Idrus Marham mantan Sekjen Partai Golkar disebut berperan memuluskan kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 dengan Blackgold Natural Resources Limited.
Atas perbuatannya, Eni didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Usai mendengarkan surat dakwaan yang dibacakan Jaksa KPK, Eni Saragih menyatakan pasrah, dan tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
Sebelumnya, bekas wakil rakyat daerah pemilihan Jawa Timur X yang meliputi Lamongan dan Gresik, mengajukan diri sebagai justice collaborator, dan siap bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap pelaku lain yang lebih besar perannya. (rid/tin/rst)