Sidang lanjutan dugaan kasus penipuan dan penggelapan jual beli Apartemen Royal Avatar World (Sipoa Grup) sebesar Rp12 miliar, digelar Kamis (9/8/2018) ini di Ruang Sidang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya. Agenda sidang kali ini, mendengarkan putusan sela dari Majelis Hakim, terkait eksepsi yang pernah diajukan oleh pihak terdakwa.
Dalam sidang, I Wayan Sosiawan Ketua Majelis Hakim memutuskan menolak semua eksepsi dari terdakwa. Itu dilakukan atas beberapa pertimbangan, yang menyebutkan bahwa eksepsi yang diajukan tim penasehat hukum PT Sipoa Group tersebut sudah masuk ke pokok perkara. Selain itu, terkait eksepsi locus delicty atau tempat terjadinya perkara, juga dinilai sangat tidak beralasan.
Sebelumnya, penasehat hukum terdakwa mengajukan eksepsi, jika perkara ini masuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo. Dengan alasan, proyek Sipoa berada di Sidoarjo. Namun itu ditolak oleh Majelis Hakim, karena beberapa pertimbangan. Yaitu, kedua terdakwa tinggal dan tertangkap di Surabaya, sebagian besar korban Sipoa adalah warga Surabaya, dan pembayaran atau transaksi juga dilakukan di Surabaya. Untuk itu, PN Surabaya berhak menangani perkara Sipoa.
“Atas beberapa pertimbangan, dalam sidang kali ini, kami selaku Majelis Hakim memutuskan, bahwa eksepsi kuasa hukum terdakwa, tidak beralasan dan ditolak seluruhnya,” kata Wayan saat membacakan putusan sela di PN Surabaya, Kamis (9/8/2018).
Wayan mengatakan, sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada Selasa (14/8/2018), dengan agenda menghadirkan 59 saksi yang merupakan korban Sipoa. Sidang akan dilakukan seminggu dua kali, setiap hari Selasa dan Kamis.
Mendengar putusan Majelis Hakim, sejumlah saksi atau korban Sipoa yang hadir memadati ruang sidang, langsung bersorak dan senang. Mereka mengungkapkan rasa syukurnya atas penolakan eksepsi yang dilakukan Majelis Hakim.
Pantauan suarasurabaya.net, suasana usai sidang di dalam ruang sidang sempat memanas. Ketika dua terdakwa yang merupakan bos Sipoa, akan meninggalkan ruang sidang. Saat digiring dan dikawal ketat pihak kepolisian, kedua terdakwa masih menjadi sasaran umpatan para korban.
Mereka meluapkan amarahnya, dengan mencaci maki kedua terdakwa dan meneriaki mereka sebagai maling. Bahkan, ada juga yang berteriak dan menangis, meminta agar segera mengembalikan uang mereka. (ang/dwi/ipg)