Global Leadership Camp, yang digelar Direktorat Hubungan Internasional Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, melibatkan 20 mahasiswa ITS dan 20 mahasiswa Kumamoto University (KU), Jepang, guna mempersiapkan kader-kader pemimpin yang berdaya saing global.
Program ini resmi dibuka Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc Wakil Rektor IV ITS di gedung Rektorat ITS, Selasa (20/2/2018), dan dijadwalkan berakhir pada 3 Maret 2018 mendatang dan secara keseluruhan digelar di Kota Surabaya.
Camp kepemimpinan ini bukan sekedar pelatihan biasa. Pasalnya, alih-alih hanya sekedar berada di ruangan dan menerima materi, selama dua minggu di Kota Pahlawan para peserta akan diberikan ruang seluas-luasnya untuk diuji inisiatif dan kepemimpinannya melalui program dinamis.
Para peserta diajak berdiskusi dengan para pimpinan-pimpinan besar nasional dan internasional seperti Nario Yamaguchi (Senior Corporate Advisor Ajinomoto Co.Inc), HE Masaki Tani (Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya), dan Imran Ibnu Fajar (Ketua Gerakan Melukis Harapan).
Selanjutnya, ke 40 mahasiswa ini diajak mengunjungi Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya. “Konsulat sudah menantikan pertemuan yang dianggap langkah sangat strategis untuk hubungan Jepang-Indonesia kedepannya,” terang Dr Maria Anityasari, Direktur Hubungan Internasional ITS.
Selain dibekali ilmu dari pemimpin besar, para mahasiswa ini juga dituntut untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan sosial yang ada di Surabaya. “Mungkin kita saat ini bisa hidup dengan nyaman, namun dengan langsung terjun ke masyarakat kita akan menjadi pribadi yang lebih bisa bersyukur,” tambah Maria.
Proyek sosial tersebut, menurut Maria, dijadwalkan dijalankan di 10 Broadband Learning Center (BLC) kelolaan Dinas Komunikasi dan Informasi (Dinkominfo) Pemerintah Kota Surabaya. Kerjasama ini diharapkan dapat mengasah problem solving skill mahasiswa.
Ir Antiek Sugiharti MSi., Kepala Dinas Kominfo Kota Surabaya, setuju dengan harapan tersebut. “Manfaat dari program ini bukan hanya untuk mahasiswa, tapi juga untuk seluruh masyarakat Surabaya yang akan menggunakan BLC nantinya,” kata Antiek.
Untuk memberikan dampak yang lebih besar kepada kota Surabaya, dalam program ini para peserta juga akan diajak mengunjungi sentra UKM serta belajar musik dan tarian tradisional di Balai Pemuda.
Untuk itu, ITS bekerjasama dengan Kampung Tempe Tenggilis Kauman dan Kampung Kue Pendogo untuk melihat proses produksi secara langsung. “Ini tentu menjadi pengalaman bagus bagi peserta untuk melihat model bisnis yang berbeda, yaitu semangat gotong royong,” kata Maria.
Pertemuan dua pihak mahasiswa dari negara yang memiliki kultur yang kental menjadi pemandangan yang menarik saat peserta saling bercerita satu sama lain. Program ini pun diharapkan mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki wawasan global.
“Untuk menjadi seorang pemimpin besar tidak bisa hanya berdasarkan teori belaka. Kita harus terjun langsung dalam proyek-proyek, dalam masalah-masalah yang ada,” pungkas Maria.(tok/rst)