Badan ini memiliki kedudukan lebih kuat karena ingin lebih serius menangani masalah paham radikalisme
Majelis Ulama Indonesia kini memiliki Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPETMUI) yang berfungsi untuk turut menanggulangi radikalisme.
“Badan ini memiliki kedudukan lebih kuat karena kami ingin lebih serius menangani masalah paham radikalisme dan ekstremisme,” kata Zainut Tauhid Saadi Ketua BPETMUI di sela Seminar Nasional “Penanggulangan Bahaya Radikalisme dan Ekstremisme di Indonesia” di Jakarta, Rabu (3/10/2018).
Ia mengatakan badan tersebut awalnya merupakan Tim Penanggulangan Terorisme (TPT) yang dibentuk pada 2003 dengan sifat ad hoc atau sementara. TPT dibentuk seiring MUI pada tahun itu melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang menetapkan fatwa tentang terorisme.
Ia juga mengatakan terorisme telah ditetapkan sebagai tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat.
Terorisme, lanjutnya, merupakan salah satu bentuk kejahatan terorganisir (well organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskrimatif).
“Saat menjadi tim, kami berperan menyusun kerangka konstruksi mencegah dan menanggulangi terorisme. Saat menjadi badan, perannya adalah memperluas pendalaman pemahaman terkait Islam yang sesungguhnya kepada masyarakat,” ungkapnya.
Dalam waktu dekat, kata dia, BPETMUI akan melakukan pencegahan tumbuhnya ekstremisme, radikalisme dan terorisme lewat diskusi, seminar dan sosialisasi yang menyentuh hulu. Unsur hulu tersebut dianggap masih jarang disentuh oleh banyak pihak dalam menangani radikalisme yang kegiatan ini akan melibatkan anggota MUI, akademisi, perguruan tinggi serta sekolah.
“Kami fokus bagaimana memberikan pemahaman tentang Islam, pengenalan apa itu radikalisme, ekstremisme dan perilaku intoleran. Sebab, saat ini ketiga sikap tersebut merebak seiring perkembangan zaman dan teknologi,” ungkapnya dilansir Antara.
Tantangan mencegah terorisme, lanjutnya saat ini menghadapi tantangan teknologi informasi yang berkembang pesat. Kabar bohong atau hoaks sangat mudah tersebar melalui gawai yang kini jamak dimiliki masyarakat, terutama anak muda.
Kalangan muda, kata dia, akan turut menjadi sasaran BPETMUI dalam upaya sosialisasi melawan tumbuhnya terorisme.
“Saat ini generasi muda banyak yang menggunakan ponsel cerdas, di dalamnya berseliweran informasi hoaks. Terpengaruh informasi hoaks ditambah keyakinan yang terlalu dalam diri seseorang dapat mendorong seseorang berprilaku intoleran. Intoleran mendorong pada paham radikal dan ekstrem,” pungkasnya. (ant/nin/dwi)