Pemerintah Kota Surabaya mengancam akan mencabut 60 izin pemakaian tanah (IPT) di sejumlah wilayah di Kota Pahlawan karena dianggap pemiliknya menelantarkan atau membiarkan lahannya kosong.
Maria Theresia Ekawati Rahayu Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya di Surabaya, Kamis (17/5/2018) mengatakan hingga saat ini ada 175 bidang tanah yang sudah ber-IPT, tapi lahannya dibiarkan kosong.
“Dari jumlah itu, 60 pemilik IPT sudah mendapat surat peringatan (SP) I dan II. Lahannya dibiarkan kosong, selama kosong tak boleh dipindahtangankan atau dibalik nama ke orang lain untuk tujuan investasi,” katanya seperti dilansir Antara.
Adapun lahan yang dibiarkan kosong tersebut berada di Dukuh Pakis (34), Sawahan (7), Gubeng (15), Rungkut (11), Sukomanunggal (48), Krembangan (6), Pabean Cantian (3), Wonokromo (1), Tegalsari (1), Lakarsantri (24) dan Kutisari (2).
Menurut dia, sesuai dengan Perda Nomor 3 Tahun 1996 dan Perda Nomor 1 Tahun 1997 Tentang IPT dijelaskan apabila lahan milik Pemkot Surabaya dibiarkan kosong selama 3 tahun, maka IPT-nya dapat dicabut.
Hal ini, lanjut dia, yang mendasari Pemkot Surabaya mencabut IPT di banyak tempat selama beberapa tahun ini. Apalagi kalau lahan tersebut juga diperlukan oleh Pemkot Surabaya untuk kepentingan masyarakat, seperti saluran, taman dan lainnya.
“Kami sudah melakukan pembicaraan dengan kejaksaan dan kepolisian untuk pertimbangan pencabutan IPT ini. Jadi pencabutan IPT ini memang sudah sesuai dengan perda yang menjadi landasannya,” katanya.
Untuk pencabutannya, lanjut dia, memang tidak dilakukan serta merta, tetapi melalui prosedur dengan memberikan surat peringatan (SP) ke I, SP II dan SP III.
Sesuai perda terkait IPT, tanah milik Pemkot Surabaya yang disewa dan sudah ada IPT-nya tidak boleh dibiarkan kosong. Tetapi harus dimanfaatkan sesuai dengan peruntukan yang ada di IPT dari Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya.
Sesuai peruntukan IPT, lanjut dia, lahan yang disewa masyarakat itu bisa digunakan untuk rumah tinggal, showroom dan rumah usaha/toko. “Kalau sudah ada SP kemudian pemegang IPT akan membangun, boleh saja, kalau memang lahan itu belum dibutuhkan Pemkot Surabaya,” katanya.
Hanya saja, lanjut dia, pemegang IPT harus mengikuti prosedur yang berlaku yakni harus dilakukan pemutihan dulu. “Kalau sudah begini retribusinya lumayan mahal sampai puluhan juta rupiah,” katanya.
Pemkot Surabaya sebelumnya telah mencabut 22 IPT di Simohilir dan 43 IPT di Wiyung. Dari retribusi IPT cukup banyak menyumbang PAD Surabaya. Pada 2017 lalu IPT menyumbang PAD Rp268 miliar dari target Rp108 miliar. (ant/dwi)