Sejumlah lembaga swadaya masyarakat menyatakan keberatan atas keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengabulkan gugatan mantan napi korupsi di enam daerah untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2019.
Hari ini, Jumat (31/8/2018), perwakilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Perludem, Pemuda Muhammadiyah, PSHK, dan Rumah Kebangsaan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, menyampaikan surat terbuka kepada Bawaslu.
Koalisi masyarakat itu meminta Bawaslu mengoreksi putusan dan rekomendasi Bawaslu Daerah, sesuai dengan wewenang Bawaslu dalam Pasal 95 huruf h Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Karena, putusan Bawaslu tersebut dinilai bertentangan dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan napi korupsi menjadi caleg.
Sebelumnya, pengawas pemilu di enam daerah mengabulkan gugatan pencalonan mantan napi korupsi untuk menjadi caleg pada Pemilu 2019.
Enam daerah itu adalah Aceh, Toraja Utara, Sulawesi Utara, Pare-Pare, Bulukumba, dan Rembang.
Jumlah itu, menurut koalisi masyarakat tersebut, bisa bertambah karena masih ada gugatan di daerah lain yang akan segera diputus Bawaslu.
Sekadar diketahui, larangan mantan narapidana kasus korupsi mendaftar sebagai calon anggota legislatif baik DPR RI, DPRD Provinsi, dan Kabupaten/Kota, tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018.
Dalam aturan itu, KPU melarang mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan kasus korupsi menjadi bakal calon anggota dewan, walau mereka sudah mengakui kejahatannya secara terbuka kepada publik. (rid/dwi)