Kasus kekerasan terhadap anak di Surabaya layaknya fenomena gunung es. Meski beberapa kasus telah berhasil diungkap, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya masih saja menerima laporan kekerasan anak, termasuk kekerasan seksual.
Tidak sedikit, dari sekian banyak pelaku yang melakukan kekerasan itu merupakan orang terdekat korban. Seperti tetangga, pacar, saudara korban, hingga orang tuanya sendiri.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Unit PPA Polrestabes Surabaya, mulai Januari 2018 hingga saat ini, Senin (23/7/2018), sudah ada 19 kasus kekerasan seksual di Surabaya yang berhasil diungkap. AKP Ruth Yeni Kanit PPA Polrestabes Surabaya mengatakan, jumlah tersebut masih tergolong cukup tinggi.
Dalam hal ini, kata dia, kesadaran masyarakat terutama orang tua sangat diperlukan. Kurangnya kontrol dan rasa peduli masyarakat, membuat anak-anak rentan menjadi korban.
Untuk itu, para orang tua hendaknya menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anaknya, dan ikut memantau dengan siapa anak bergaul dan bagaimana lingkungan sekitarnya. Selain itu, masyarakat juga harus lebih peduli terhadap semua anak tanpa terkecuali.
“Imbauan kepada orang tua, jangan hanya bicara anak sebagai aset bangsa saja. Tapi pelaksananya juga penting. Siapa? seluruh elemen masyarakat. Di mana pun kita berada, mari terus saling peduli. Tidak usah lagi berpikir itu anak siapa. Kalau itu diperankan, saya percaya itu langkah pencegahan yang mungkin tidak bisa diraih cepat. Tapi, akan membantu anak-anak. Peluang menjadi pelaku dan korban jauh lebih minim. Kalau mendapati adanya beberapa indikasi kasus tersebut, langsung laporkan,” kata Ruth, Senin (23/7/2018).
Ruth menegaskan, pelaku kekerasan anak akan dihukum berat sesuai pasal yang tercantum dalam UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.
“Komitmen kami untuk menyelamatkan anak-anak, kami menggunakan UU Perlindungan Anak. Hukumannya jelas lebih berat dari KUHP,” tuturnya.
Tidak hanya menjadi korban, dari kasus yang ditangai PPA Polrestabes Surabaya, anak-anak juga menjadi pelaku tindakan kriminal. Tahun 2017 sebanyak 32 kasus yang melibatkan anak-anak. Sementara untuk Januari 2018 hingga saat ini, Senin (23/7/2018), terdapat 11 kasus yang melibatkan anak-anak menjadi pelaku.
“Untuk kasusnya beragam, mulai dari penganiayaan, pencabulan, kejahatan jalanan, jambret dan TPPO,” ujarnya.
Dari beberapa keterangan, kata Ruth, anak-anak ini mengaku melakukan tindakan kriminal karena pengaruh lingkungannya. Misal kasus pencabulan, mereka terpengaruh dengan ajakan temannya untuk menonton film porno. Tingginya angka kriminalitas anak, salah satunya disebabkan oleh pergaulan yang terlalu bebas dan kurangnya kontrol dari para orangtua.
Untuk menangani para pelaku yang masih tergolong anak-anak itu, kata dia, pihaknya bekerja sama dengan Pemkot Surabaya. Khususnya, untuk melakukan pendampingan kepada anak agar perbuatannya tidak terulang kembali dan menjadi lebih baik ke depannya.
“Kami pihak kepolisian juga bekerja sama dengan dinas terkait yang menangani kasus anak-anak, misalnya Dinas Sosial. Jadi di sini, yang perlu dipulihkan bukan hanya korban, tapi pelaku juga. Bagaimanapun mereka tetap korban. Tidak ada anak yang diciptakan menjadi korban dan pelaku. Mereka berhak dan perlu kita bantu untuk memperbaiki masa depannya,” pungkasnya. (ang/ipg)