Pakar komunikasi publik Bagus Sudarmanto mengatakan bahwa kasus yang menimpa pembawa acara Augie Fantinus baru-baru ini menjadi pelajaran bagi semua pengguna media sosial, terutama anak muda.
“Menurut saya ini harus menjadi pelajaran bagi semua, terutama anak-anak muda karena anak-anak muda itu relatif lebih emosional, lebih agresif,” kata Bagus usai seminar “Cerdas Ber-Media Sosial” di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Bagus menyebut, seperti dilansir Antara, media sosial seperti hutan belantara yang penuh ancaman dan jebakan.
“Kalau tidak bijak, tidak pandai membangun diri, tidak bisa mengontrol diri sendiri, maka akan tersesat,” ujar Bagus.
“Ketika tersesat, kemudian bereaksi dengan posting dan mengomentari, membuat, dan menyebarkan konten negatif ya risikonya seperti yang dialami dia (Augie) sekarang,” sambung Bagus.
Augie Fantinus mengunggah video dugaan penjualan tiket Penutupan Asian Para Games 2018 secara ilegal oleh petugas kepolisian.
Polisi mengklaim aksi petugasnya tersebut adalah untuk mengembalikan tiket yang tidak digunakan untuk menyaksikan Penutupan Asian Para Games tersebut.
Unggahan Augie tersebut berujung pada penahanan terhadap dirinya oleh Polda Metro Jaya atas dugaan penyebaran informasi bohong atau hoaks yang mencoreng citra kepolisian.
Menurut Bagus, kasus yang dialami Augie adalah contoh dari Post-Truth Society di mana kebenaran fakta objektif kalah oleh kebenaran berdasar emosi.
Bagus melihat bahwa saat ini masyarakat cenderung mendahulukan emosi dalam mengunggah atau membagikan informasi di media sosial, sebelum berpikir kebenaran atas informasi tersebut.
Sementara itu, orang yang ikut menyebarkan informasi yang belum diketahui kebenarannya itu, menurut Bagus, juga berpotensi terjerat UU ITE.
“Biasanya kemudian bisa berstatus saksi, membuktikan konten dia dapat dari siapa pada akhirnya dia turut serta terjerat KUHP,” ujar Bagus.
“Pelajari itu semua (aturan UU ITE) sebelum menyesal,” tambah dia. (ant/nin/rst)