Jenderal Polisi Tito Karnavian Kapolri mengatakan, perlu ada kebijakan pelarangan organisasi teroris untuk menanggulangi jaringan terorisme yang bercokol di Indonesia.
Dia mengklaim, sebenarnya kepolisian sudah memegang data semua sel jaringan terorisme, seperti jaringan kelompok pengeboman bunuh diri di Surabaya dan Sidoarjo dua hari ini.
Pelaku pengeboman di Surabaya terafiliasi dengan jaringan Jamaah Ansharut Daulah atau JAD. Dita, terduga pelaku pengeboman di Gereja Pantekosta Jalan Arjuna adalah Ketua JAD di Surabaya.
Tito menyayangkan, Polri tidak bisa melakukan penanganan antisipasi. Meskipun sebenarnya di persidangan terorisme di Indonesia, nama JAD ini sudah sering keluar.
Polisi tidak memiliki kewenangan yang kuat karena belum ada kekuatan hukum melalui Undang-Undang Terorisme.
Meski demikian, dia memahami bahwa Pansus DPR RI untuk Revisi Undang-Undang Terorisme sudah bekerja keras.
Dengan disahkannya Undang-undang itu dia berharap ada Pelarangan Organisasi Terorisme seperti yang dilakukan negara lain yang memiliki Undang-Undang yang kuat.
Kapolri juga menegaskan, Polri tidak keberatan jika Tentara Nasional Indonesia atau TNI, dilibatkan dalam penanggulangan terorisme di Indonesia.
Dia sudah berkoordinasi dengan Panglima TNI dengan Menkopolhukam, juga dengan Presiden berkaitan ini.
Keterlibatan ini juga sudah diakomodir di Pasal 43 Undang-undang Terorisme. Detailnya diatur oleh Peraturan Presiden, karena kewenangan TNI selain militer harus diatur secara politis oleh Presiden.(den/tna)