Farid Wajdi Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) mengungkapkan keprihatinannya atas adanya oknum Panitera Pengadilan Negeri yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (12/3/2018).
Menurutnya, penangkapan terhadap aparat pengadilan yang terindikasi terlibat korupsi dalam dua tahun berturut-turut, merupakan pukulan telak yang kesekian kalinya buat dunia peradilan Indonesia.
KY menyayangkan, Mahkamah Agung (MA) tidak sepenuhnya menjalankan rekomendasi pemberian sanksi kepada hakim yang terindikasi melakukan penyimpangan.
Farid mengungkapkan, sepanjang tahun 2017, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 58 orang hakim yang terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Tapi, tidak semua rekomendasi sanksi itu langsung ditindaklanjuti oleh MA, dengan berbagai alasan. Makanya, KY tidak merasa heran kalau kasus suap/gratifikasi yang melibatkan aparat pengadilan masih terjadi,” ujarnya melalui pesan singkat, Selasa (13/3/2018).
Berdasarkan data KY, kasus suap/gratifikasi pada lembaga peradilan yang diproses ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) sejak 2009 sampai sekarang, cukup banyak.
Dari 49 sidang MKH yang sudah digelar, ada 22 laporan praktik suap dan gratifikasi, atau sekitar 44,9 persen. Ironisnya, praktik suap serta isu jual beli perkara juga selalu ada dalam sidang MKH setiap tahunnya.
Juru Bicara KY menambahkan, sejak tahun 2012, tercatat ada 28 orang di lingkungan peradilan yang terjaring OTT KPK, dengan rincian 17 orang hakim, dan 9 orang panitera/pegawai pengadilan. (rid/rs)