Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (27/10/2018), menetapkan empat oknum Anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai tersangka kasus korupsi.
Para tersangka penerima suap yaitu Borak Milton Ketua Komisi B DPRD Kalteng, Punding LH Bangkan Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng, serta Arisavanah dan Edy Rosada Anggota Komisi B DPRD Kalteng.
Empat orang anggota dewan daerah Kalsel itu diduga menerima hadiah atau janji berupa uang dari perusahaan sawit terkait pembuangan limbah pengolahan sawit.
KPK juga menetapkan tiga orang pihak swasta sebagai tersangka pemberi suap, yaitu Edy Saputra Suradja Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (BAP)/Wakil Dirut PT Sinar Mas Agro Resources and Technology), Willy Agung Adipradhana CEO PT BAP wilayah Kalimantan Tengah bagian utara, dan Teguh Dudy Syamsury Zaidy Manajer Legal PT BAP.
Para tersangka itu adalah tujuh dari 14 orang yang kemarin, Jumat (26/10/2018), terjaring operasi tangkap tangan (OTT), di Jakarta.
“Setelah menemukan cukup bukti permulaan dan gelar perkara, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan tujuh orang tersangka,” ujar Laode Muhammad Syarif Wakil Ketua KPK dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (27/10/2018).
Berdasarkan pemeriksaan KPK, keempat Anggota DPRD Kalteng tersebut diduga menerima uang Rp240 juta dari pengurus PT BAP terkait tugas dan fungsi pengawasan Komisi B DPRD Kalteng dalam bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan dan lingkungan hidup.
“Uang suap itu diberikan pihak swasta supaya para Anggota DPRD Kalteng tidak mempermasalahkan lagi sejumlah izin yang belum dikantongi oleh PT BAP dalam menjalankan usaha perkebunan sawit di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalteng,” tegas Laode Syarif.
Atas perbuatan yang disangkakan, Anggota DPRD Kalteng penerima uang suap terancam jerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup, atau 20 tahun, dan paling singkat 4 tahun penjara.
Sedangkan tiga orang pihak swasta selaku pemberi suap terancam jerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara. (rid)