Yenti Garnasih doktor bidang tindak pidana pencucian uang (TPPU), mengaku heran dengan putusan praperadilan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang menilai KPK sudah menghentikan proses hukum kasus dana talangan atau bailout Bank Century secara tidak sah.
Dalam amar putusannya, Senin (9/4/2018), Hakim Effendi Mukhtar mengabulkan sebagian gugatan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) selaku pihak pemohon.
Yang menjadi sorotan, hakim memerintahkan KPK selaku termohon, menyidik dan menetapkan mantan pejabat BI antara lain Boediono (mantan Gubernur BI dan Wakil Presiden), Muliaman D Hadad, dan Raden Pardede sebagai tersangka.
Menurut Yenti, KPK harus menetapkan orang sebagai tersangka kasus korupsi atas dasar bukti permulaan yang cukup, bukan berdasarkan perintah hakim di pengadilan.
“Kalau KPK melaksanakan perintah putusan hakim praperadilan tapi tidak punya cukup bukti, tentu akan menjadi masalah,” ujarnya dalam diskusi publik di Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Yenti juga menjelaskan, perintah hakim itu untuk sementara tidak bisa dilaksanakan. Karena, KPK belum pernah memeriksa para mantan pejabat BI yang disebut dalam dakwaan Budi Mulya mantan Deputi Gubernur BI.
Di sisi lain, Dosen Ilmu Hukum Universitas Trisakti itu juga mempertanyakan alasan KPK yang terkesan lambat menindaklanjuti perkara tersebut.
“Sudah tiga tahun setelah putusan Budi Mulya, tapi sampai sekarang belum ada perkembangan penanganan perkara (bailout Bank Century). Itu yang sekarang ditagih masyarakat,” katanya.
Sekadar diketahui, dalam putusan praperadilan itu, Hakim juga memberikan opsi kepada KPK untuk melimpahkan penyidikan ke Kepolisian, dan proses penuntutan ke Kejaksaan.
Sebelumnya, Febri Diansyah Kepala Biro Humas KPK mengatakan, pihaknya menghormati putusan pengadilan itu, dan meminta waktu untuk mempelajarinya.
Febri menegaskan, KPK berkomitmen mengungkap tuntas semua kasus dugaan korupsi, kalau sudah punya bukti yang cukup. (rid/tna/rst)