Senin, 25 November 2024

Jaksa KPK Menuntut Syafruddin Terdakwa Kasus Korupsi BLBI 15 Tahun Penjara

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi. Grafis: suarasurabaya.net

Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menuntut Syafruddin Arsyad Temenggung mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pidana 15 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Jaksa menilai, Syafruddin sudah memperkaya orang lain atau korporasi atas penerbitan surat keterangan lunas (SKL) terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), sebagai debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Terdakwa terjerat Pasal 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menuntut oleh karenanya pidana penjara 15 tahun, serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan,” ujar Khairuddin Jaksa KPK, Senin (3/9/2018), di Pengadilan Tipikor Jakarta yang ada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Faktor yang memberatkan tuntutan, Syafruddin dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme.

Jaksa juga menilai Syafruddin sebagai pelaku aktif dalam penerbitan SKL tersebut dan menimbulkan kerugian negara. Selain itu, selama persidangan Syafruddin dianggap tidak berterus terang serta tidak menyesali perbuatannya.

Sementara, faktor yang meringankan, Syafruddin Temenggung belum pernah dihukum, dan dianggap berlaku sopan selama persidangan berlangsung.

Kasus ini berawal dari BDNI yang mendapatkan dana BLBI sebanyak Rp5,4 triliun tahun 1997, di mana Rp4,8 triliun digunakan untuk membantu para petani tambak udang dalam bentuk pinjaman/kredit.

Dalam prosesnya, Jaksa menyebut pembayaran kredit para petambak udang itu macet, sehingga kewajiban membayar utang pinjaman tidak sampai lunas.

Tapi, dengan berbagai pertimbangan, Syafruddin malah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham yang menyatakan Sjamsul Nursalim selaku pemilik BDNI sudah melunasi utangnya kepada negara.

Padahal, BDNI baru membayar Rp1,1 triliun dari total utang Rp4,8 triliun. Sehingga, ada selisih Rp3,7 triliun yang belum dikembalikan.

KPK menduga, tindakan Syafruddin sudah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp4,5 triliun berdasarkan hasil audit BPK tahun 2017.

Sekadar diketahui, perkara BLBI ini sebelumnya pernah ditangani Kejaksaan. Tapi, upaya pengusutan tidak berlanjut karena Jaksa Urip Tri Gunawan Ketua Tim Penyidik Kejaksaan, menilai tidak ada kerugian negara.

Belakangan diketahui kalau Jaksa Urip menerima suap dari Artalyta Suryani alias Ayin orang kepercayaan Sjamsul Nursalim, untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut. (rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
31o
Kurs