Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) didaulat Majelis Senat Akademik (MSA) dari 11 Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) sebagai tuan rumah Sidang Paripurna untuk mendiskusikan metode pembelajaran bagi generasi milenial di Isyana Ballroom Hotel Bumi Surabaya.
Prof Ir Priyo Suprobo MS PhD., Ketua MSA PTNBH, sekaligus Ketua Senat Akademik (SA) ITS menyampaikan bahwa rapat dihadiri 110 anggota SA dari 11 PTNBH dengan membawa tema, Mengukuhkan Kemandirian dan Peran Aktif PTNBH untuk Bersama Membangun Masyarakat dan Industri di Era Milenial.
Sidang Paripurna ini dijadwalkan akan berakhir pada Selasa (30/10/2018), dan Probo menyampaikan di hari pertama fokus pembahasan tentang langkah dan kesiapan PTNBH dalam menyiapkan metode pembelajaran bagi generasi milenial.
“Sehingga ketika mereka menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi, mereka bisa bermanfaat bagi masyarakat dan siap diterima dalam dunia industri,” terang guru besar Teknik Sipil ini.
Pada Selasa (30/10/2018) dibahas dan berfokus pada pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) PTNBH dan sharing antar PTNBH terkait masing-masing metode pembelajaran generasi milenial di perguruan tinggi mereka.
Probo menjelaskan, agenda Sidang Paripurna MSA PTNBH kali ini merupakan lanjutan dari dua Sidang Paripurna sebelumnya. Yaitu, pada Sidang Paripurna yang pertama diadakan pada 4 – 5 April 2018 lalu di ITS dan Sidang Paripurna kedua di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 23 – 24 Agustus 2018.
Pada sidang pertama, telah membahas perihal upaya-upaya menuju pengesahan RPP tentang PTNBH dan Sidang Paripurna di Bogor membahas revolusi industri 4.0, termasuk dampaknya kepada metode pembelajaran bagi mahasiswa.
“Hari ini diadakan Rapat Tim Khusus MSA PTNBH untuk mengupayakan kembali penetapan PP tentang PTNBH agar memberikan dasar hukum yang kokoh bagi kemandirian PTNBH dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi,” kata Probo yang juga Kepala Laboratorium Beton ITS itu.
Prof Ir Joni Hermana MSc ES PhD, Rektor ITS Surabaya usai membuka sidnag menyampaikan yang menjadi tantangan atas tema besaran sidang kali ini adalah bagaimana perguruan tinggi mengembangkan metode pembelajaran generasi milenial agar sesuai kebutuhan masyarakat dan industri.
Joni mengatakan ketika berbicara generasi milenial, pertanyaan yang muncul berikutnya adalah apakah kita (PTNBH, red) sudah benar memahami bagaimana generasi milenial ini yang sesungguhnya.
“Ini sederhana sebenarnya, tapi ini juga menjadi poin penting dalam mengembangkan metode pembelajaran ini. Kita (perguruan tinggi, red) harus memahami betul terlebih dahulu siapa generasi milenial ini,” tegas Joni.
Joni menambahkan, yang menjadi problem berikutnya adalah terkait regulasi. Karena sebagai PTNBH dianggap cukup dewasa menentukan jalan sendiri, mempunyai otonomi untuk menentukan langkah. Kadang otonomi ini menjadi bumerang bagi perguruan tinggi sendiri.
“Sering kali malah kita (perguruan tinggi, red) terjebak oleh regulasi-regulasi yang dibuat sendiri, padahal dalam menghadapi generasi milenial ini, kita harus dituntut lebih dinamis,” papar Joni.
Joni mencontohkan, dalam rangka menjadi lebih dinamis tersebut, kini ITS telah berani mengambil langkah strategis. ITS merubah sistem dan kurikulum pendidikannya agar mahasiswanya langsung bisa berhubungan dengan industri.
Mahasiswa kini diberi kesempatan untuk magang di Industri hingga satu tahun lamanya. Hal itu dengan memperhatikan masa studi yang tidak terganggu, karena kampus akan mengkonversi materi-materi selama ia magang menjadi nilai-nilai akademik yang setara dengan mata kuliah di jurusannya.
“Saat ini, hal itu sudah mulai kita (ITS, red) kerja samakan dengan BUMN maupun Industri Swasta yang ada di Indonesia. Kita perlu melakukan itu karena prinsip secara strategis dapat memenuhi kebutuhan industri,” ujar Joni.
Joni sebagai Rektor menyadari bahwa tidak semua mata kuliah yang diberikan oleh kampus menjadi fokus mereka dalam dunia kerja nantinya. Maka, kebijakan ini merupakan langkah dinamis ITS untuk menyiapkan mahasiswanya agar siap memasuki era industri 4.0.
“Ini yang sudah kita lakukan di ITS, kalau tidak kita akan tertinggal apalagi di era milenial,” papar Guru Besar Teknik Lingkungan ITS itu.
Sementara itu, senada dengan Joni Hermana Rektor ITS, Prof Dr Paulina Pannen MLs., Staf Ahli Bidang Akademik Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengatakan, di setiap program studi yang ada di perguruan tinggi, baik perguruan tinggi sosial-sains maupun sains dan teknologi, semua harusnya memiliki partner industri untuk tempat belajar kedua bagi mahasiswanya selain kampus.
Ada tiga pilar penting dalam menanamkan metode pembelajaran bagi mahasiswa milenial, ujar Paulina untuk siap menghadapi era industri 4.0.
Pertama, yaitu sumber literasi yang semakin beragam, yang meliputi digital, teknologi dan human literatur, ekstra kurikuler untuk meningkatkan leadership dan teamwork dan juga entrepreneurship.
Kedua adalah metode pembelajaran hybrid learning, yaitu pembelajaran yang bisa dilakukan melalui daring atau online.
Sedangkan pilar ketiga adalah life longlearning. Untuk pilar ketiga ini, ia menjelaskan seharusnya kampus bisa menjadi rumah kedua bagi mahasiswanya. Sehingga pascalulus nanti, ia akan senantiasa kembali ke kampusnya ketika ingin belajar ilmu baru.
“Misalkan, ketika saya di pekerjaan saya membutuhkan ilmu e-commerce dan ingin mempelajarinya di kampus saya terdahulu. Kebanyakan disuruh ambil jurusan manajemen dan belajar dari awal, di sinilah peran PTNBH harus dinamis dalam membuat peraturan akademik,” terang Paulina.
Menurutnya, untuk kasus yang ia contohkan tersebut. Harusnya alumni atau seseorang tidak harus berkuliah secara full ketika ingin belajar satu ilmu baru. Cukup di kampus tersebut disediakan kelas khusus atau pembelajaran melalui daring untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu tersebut.
Pembicara kedua dalam diskusi tersebut Prof Ir Tarkus Suganda MSc PhD., pakar metode pembelajaran dari Universitas Padjajaran (UNPAD) menjelaskan ciri-ciri generasi yang juga sering disebut generasi Z ini.
Berdasarkan survey dari harian Washington Post dikatakannya, generasi Z ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut; kurang fokusnya terhadap sesuatu, gampang teralihkan, memiliki kemampuan multitasking, senang mengambil langkah lebih awal atau pionir, lebih memiliki jiwa entrepreneur, gadget adiktif dan terlalu menaruh ekspektasi terlalu tinggi terhadap sesuatu yang berhubungan dengan mereka.
Tarkus juga menjelaskan, generasi ini juga memiliki kecenderungan konsentrasi mereka akan bertahan hanya dalam waktu 10 menit. Jika sesuatu itu ia anggap tidak menarik, mereka akan tinggalkan dan tidak hiraukan.
“Oleh karena itu dibutuhkan metode yang variatif untuk mengajar para generasi milenial ini,” tegas Tarkus.(tok/ipg)