Desi Arryani Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk mengatakan, tarif tol baru lebih mahal lima kali lipat dari tol lama karena selama 25 tahun mulai tahun 1978 sampai 2005 tidak ada regulasi yang jelas untuk pengaturan tarif. Maka dari itu wajar tol lama itu tidak naik.
Menurutnya, barulah di tahun 2005 undang-undang jalan tol telah ditetapkan. Dimana setelah ada tarif awal kemudian penentuan tarif diputuskan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) bisa naik sekali dalam dua tahun mengikuti inflasi.
“Tol itu dulu banyak dibangun dengan APBN dan pinjaman. Sekarang ini murni kerjasama pemerintah badan usaha. Jadi dominan di pengusahaan. Mulai dari, biaya pembangunan, investasi, dan trafficnya dihitung. Jadi bukan tarif tol di era Jokowi mahal, tapi tarif yang lama itu salah,” katanya.
Desi mengatakan, di tengah masifnya pembangunan infrastruktur tol setahun ini Jasa Marga masih bisa mempertahankan kinerja keuangan di korporasi. Sampai September ini, kinerja Jasa Marga telah mencatatkan laba bersih1,05 triliun.
Donny Arsal Direktur Keuangan PT Jasa Marga (Persero) Tbk mengatakan, optimis sampai tahun depan kinerja perusahaan akan terus membaik. Salah satu strategi Jasa Marga adalah membuka akses ke pasar global melalui Komodo Bond atau penawaran obligasi dengan mata uang rupiah di pasar Asia, Eropa dan Amerika.
“Otoritas bursa London menyambut positif pencatatan obligasi atau surat utang tersebut. Yang beli investor besar dengan pembelian rupiah. Dengan kondisi rupiah saat ini justru baik bagi kami,” katanya. (bid/rst)