Lima mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya merancang alat Sangrai Kacang Otomatis yang mampu menghasilkan produk Kacang dengan kematangan merata dan waktu yang lebih efisien.
Kelima mahasiswa ITS Surabaya tersebut adalah Arif Rachman Hakim, Andhika Bagus Alfian, M Nafis Ismail, Aprilia Dini Rosani, dan Putri Norma Aprilia R.
Tim ini merancang alat Sangrai Kacang Otomatis dengan menggunakan teknologi smart grid yang diberi nama Go War Machine.
Ini merupakan mesin Sangrai Kacang Otomatis dengan menggunakan tenaga dari panel surya yang nantinya terkoneksi dengan automatic transfer switch yang terhubung dengan jaringan listrik PLN.
“Output-an dari automatic transfer switch akan menyalurkaan energi listrik ke motor induksi yang selanjutnya memutar mesin,” terang Arif Rachman Hakim, ketua tim, Kamis (16/8/2018).
Menurut mahasiswa yang biasa disapa Rachman ini, alat Sangrai konvensional memiliki beberapa kekurangan yang merugikan pemakainya. Antara lain pekerja harus berada dekat dengan asap dari pembakaran bahan bakar arang dan kayu (biomasa tradisional).
Sehingga tiga kali lebih tinggi berisiko untuk terkena penyakit paru kronis yakni Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), dibandingkan pekerja dengan bahan bakar listrik dan gas.
Lalu, kekurangan lain ialah perputaran alat sangrai manual ini mengakibatkan kematangan kacang yang tak merata dan jumlah produksi terbatas.
Saat ini, Rachman dan tim sedang bekerja sama dengan sebuah usaha dagang untuk membuat sangrai kacang yang lebih efisien ini. Alat Sangrai otomatis yang menggabungkan dua sumber tenaga, yaitu solar panel dan jala-jala listrik ini juga berbasis renewable energy.
Sebab, dengan menggunakan energi utama panel surya saja, membuat ketersediaan energi cahaya tersebut tak pasti dan tak menentu.
“Apabila semisal mendung atau hujan sehingga energi dari panel surya tidak mencukupi, alat ini otomatis langsung switch ke energi cadangan yang terhubung dengan jaringan listrik dari PLN,” papar Rachman.
Dengan Go War Machine ini, usaha dagang tersebut dapat menghemat biaya operasional dibanding dengan alat konvensional. “Alat ini dapat menghemat biaya operasional hingga 81,68 persen dibanding alat manual,” tambah Rachman.
Menurut Rachman, keunggulan lain Go War Machine ini dibanding mesin konvensional yakni menghasilkan kematangan yang merata dengan waktu yang optimal. Tingkat kematangannya hingga 99,8 persen yang sebelumnya hanya bisa mencapai kematangan 80 persen saja.
Bahkan, lanjut Rachman modal dalam pembuatan alat Go War Machine ini dapat kembali dalam kurun waktu 15 bulan 26 hari saja. Ditambah lagi dengan alat ini dapat tahan beroperasi hingga lima tahun dengan biaya perawatan yang murah.
“Sehingga sangat membantu meningkatkan nilai produktivitas kacang dari UMKM ini sendiri,” kata Rachman.
Ke depannya, alat yang dikerjakan dan terdaftar dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) menuju Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ini diharapkan bisa berkelanjutan dan merata secara pemakaiannya.
“Semoga ke depannya alat ini bisa berkelanjutan dipakai oleh mitra dan juga bisa disosialisasikan ke UMKM kacang yang masih menggunakan alat konvesional,” pungkas Rachman.(tok/rst)