Sabtu, 23 November 2024

Geledah Tiga Lokasi, KPK Dapat Sejumlah Bukti Terkait Kasus Suap PLTU

Laporan oleh Agung Hari Baskoro
Bagikan
Febri Diansyah Juru Bicara KPK. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan dokumen dan barang bukti elektronik dalam penggeledahan di tiga lokasi terkait penyidikan kasus suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

KPK pada Senin (16/7/2018) menggeledah tiga lokasi antara lain kantor Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia Power di Jakarta, ruang kerja tersangka Eni Maulani Saragih di gedung DPR RI Jakarta, dan kantor pusat Perusahaan Listrik Negara (PLN) Jakarta.

“Cukup banyak dokumen terkait Riau-1 yang kami temukan. Termasuk dokumen yang menjelaskan skema kerja sama sejumlah pada kasus ini. Ada juga barang buktik elektronik yang diamankan di antaranya CCTV dan alat komunikasi,” kata Febri Diansyah Juru Bicara KPK di Jakarta seperti dilansir Antara, Senin (16/7/2018).

Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka masing-masing Eni Maulani Saragih (EMS) Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dan Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

Adapun penggeledahan di kantor PLN Pusat dan PJB Indonesia masih berlangsung sampai saat ini. Sedangkan ruang kerja Eni telah selesai digeledah.

“Penggeledahan masih berjalan di sebagaian tempat sampai dengan dini hari ini. Sekali lagi, kami ingatkan semua pihak kooperatif,” ucap Febri.

Sebelumnya, KPK pada Minggu (15/7/2018) juga menggeledah lima lokasi dalam penyidikan kasus tersebut antara lain rumah tersangka Eni, rumah tersangka Johannes, kantor tersangka Johannes, apartemen Johannes, dan rumah Dirut PLN Sofyan Basir.

Dalam penggeledahan itu, turut diamankan dokumen terkait dengan proyek pembangkit listrik Riau-1, dokumen keuangan, dan barang bukti elektronik.

Dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen “fee” 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

“Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, 8 Juni 2018 Rp300 juta,” kata Basaria Panjaitan Wakil Ketua KPK saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7/2018) malam.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

“Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1,” kata Basaria.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant/bas/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs