Berawal dari keprihatinan melihat anak-anak kecil yang kecanduan bermain Gadget dan malas membaca buku, Ryan dan Asoy, dua pemuda Surabaya pegiat literasi, akhirnya memutuskan membuat Lapak Baca khusus untuk anak-anak.
Menggunakan nama `Lapak Baca Bakteri`, mereka mulai menebar budaya literasi sejak bulan Mei 2018.
Banyak kendala yang mereka hadapi ketika memulai membuka lapak baca khusus anak-anak ini.
Mereka bercerita, saat itu mereka hanya memiliki uang Rp100.000 yang didapat dari hasil patungan untuk membeli buku. Mereka mengira, mungkin mereka akan pulang dengan membawa sekitar 4-5 buku saja.
Namun, ketika Ryan menceritakan tujuannya untuk membuat lapak baca, sang pedagang buku langsung mendukung dan memberikan ratusan pinjaman buku anak-anak miliknya. Mereka menghitung, ada sekitar 500 buku anak-anak yang sekarang mereka miliki.
“Jadi ya, sampai sekarang kita masih punya hutang banyak ke pedagang (buku, red),” kata Ryan sambil tertawa.
Selain kendala dana, perijinan jadi kendala lain yang seringkali menghambat. Ryan mengenang, pernah ketika mereka membuka Lapak Baca di Taman Bungkul, Surabaya, Mereka diusir karena dikira berjualan oleh petugas.
“Padahal sudah ada tulisannya `Baca Buku Gratis`. Tapi masih dikira jualan,” kata Asoy menambahkan.
Selain keramaian-keramaian umum, mereka juga menggunakan sistem jemput bola dengan mendatangi kampung-kampung di Surabaya.
Pertama kali, Ryan dan Asoy mencoba menggelar Lapak Baca Buku pertamanya di kampung sendiri di Kampung Pesapen, Surabaya. Ia menjelaskan, animo masyarakat disana cukup bagus. Mereka menyebut, anak-anak disana bahkan sudah menunggu ketika lapak baru saja digelar.
“Kita nyari waktu yang mereka lagi bebas. Biasanya setelah mereka ngaji dan abis itu gak ada rutinitas lain-lain. Alhamdullilah pak RT nya juga ndukung karena kebetulan Ryan ini juga warga situ,” kata Soi.
Setelah kegiatan pertama itu, seringkali rumah Ryan didatangi anak-anak kecil yang bertanya kapan Lapak Baca kembali digelar.
Namun, ketika mereka mencoba masuk ke kampung-kampung lain, banyak dari petugas kampung yang mencurigai mereka.
“Masih ada ketakutan dari Orang Tua dan masyarakat bahwa kegiatan lapak baca ini sebagai modus untuk menculik anak kecil,” kata Ryan menjelaskan.
Tak hanya itu, ia juga bercerita, dulu mereka pernah mencoba masuk ke salah satu kampung di Surabaya Barat, namun gagal. Menurutnya, mereka dicurigai akan melakukan penyebaran narkoba melalui kegiatan tersebut.
Meski banyak dicurigai, mereka tetap bersemangat dan berusaha untuk masuk ke kampung-kampung lain untuk terus menyebarkan budaya literasi kepada anak-anak.
Mereka percaya, bahwa anak-anak harus diselamatkan dari kecanduan gadget, karena budaya membaca memang harus dibiasakan.
“Biarpun kamu main hape, jangan lupa baca buku,” kata Ryan. (bas/tin/dwi)