Ditunjuk sebagai Plt Gubernur Aceh oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, Ir Nova Iriansyah MT langsung bergerak melakukan penjajakan kerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Nova menyampaikan beberapa poin mengenai kerja sama yang akan dijalin dengan ITS nantinya. Diantaranya, keinginan agar lebih banyak orang Aceh yang dapat berkuliah di ITS.
Aceh menyediakan beasiswa baik untuk umum maupun yatim. “Kita bisa bekerja sama merancang beasiswa terutama untuk masyarakat Aceh yang kurang mampu agar dapat menempuh pendidikan di ITS,” terang Nova Iriansyah.
Nova juga membahas mengenai tindak pidana suap dan korupsi yang kini marak terjadi di beberapa daerah di Indonesia menjelang pilkada (pemilihan kepala daerah), beberapa waktu lalu. “Pelelangan, perekrutan pegawai, dan sistem perencanaan menjadi wilayah yang rawan kasus tersebut,” katanya.
Nova berharap adanya perangkat atau sistem yang dapat mencegah hal tersebut terjadi. Satu diantaranya dengan menerapkan e-Government di Aceh.
E-Government dirasa dapat menjadi solusi yang tepat karena permasalahan yang terjadi kini tak lagi hanya mengenai etos kerja, tetapi sudah semakin kompleks.
Sementara itu, Dr Ir Endroyono DEA, pakar smart city dan IT dari ITS mengatakan, pihak ITS akan sangat siap memfasilitasi dan membantu Aceh dalam menerapkan teknologi tersebut. “Mengenai e-Government ITS sudah berpengalaman ide, konsep, dan juga phasing out” kata Endroyono.
Tujuan adanya e-Government ini, menurut Endroyono, untuk meminimalisasi kejadian yang berujung pada tindak pidana korupsi.
Endroyono menjelaskan, penerapan aplikasi e-Government sebenarnya lebih untuk memusatkan semua transaksi pada bentuk data riil dan mengurangi transaksi secara langsung oleh manusia.
Lebih lanjut, Endroyono yang juga dosen Departemen Teknik Elektro ITS ini menjelaskan, yang lebih penting ketika Aceh memutuskan kerja sama dengan ITS di bidang e-Government adalah bagaimana memilih teknologi yang tepat diterapkan di Aceh sesuai dengan model bisnis yang ada.
Model teknologi tak pernah baku, yang baku adalah tujuannya yang sama yaitu demi terciptanya sistem yang lebih bersih. “Selain itu, masterplan juga harus dibuat dengan matang,” papar Endroyono.
Endroyono juga menyarankan program percepatan untuk Aceh melalui nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemprov Aceh dengan Pemkot Surabaya memanfaatkan aplikasi dan teknologi yang telah disumbangkan ke negara dan tersimpan di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mengingat selama ini ITS juga berperan aktif mendukung berhasilnya penerapan smart city di Surabaya dengan menggagas ide, konsep dan penerapannya. “Setiap aplikasi yang diterapkan di Surabaya, bisa dibilang nyawanya adalah ITS dan di sini ITS berperan sebagai pendamping serta pengembang lanjut,” papar Endroyono.
Endroyono juga menjelaskan, banyak kota atau daerah yang mencanangkan sistem e-Government ini untuk menuju smart city.
Namun, kebanyakan dari daerah yang gagal menerapkan sistem e-Government selain faktor ketidaksiapan sumber daya manusia (SDM), faktor komunikasi antara pemimpin daerah dengan bidang yang menangani e-Government juga sangat mempengaruhi.
“Oleh karena itu, Bu Risma, wali kota Surabaya, sangat aktif mengkomunikasikan keinginannya dengan para staf dan ahli yang menangani sistem e-Government ini,” pungkas Endroyono.
Rencananya, hasil diskusi dan penjajakan kerja sama ini akan ditindaklanjuti dengan dilakukannya MoU antara ITS dengan Pemprov Aceh yang akan dilakukan dalam beberapa waktu ke depan.(tok/ipg)