Jumat, 22 November 2024

Fredrich Yunadi Bekas Pengacara Setnov Dituntut 12 Tahun Penjara

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Fredrich Yunadi tersangka kasus dugaan menghalangi pengusutan kasus korupsi (rompi oranye), memberikan keterangan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (16/1/2018). Foto: dok suarasurabaya.net

Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman pidana 12 tahun penjara serta denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Fredrich Yunadi advokat.

Menurut Tim Jaksa KPK, dari persidangan yang sudah dijalani, terdakwa terbukti menghalangi proses hukum yang dilakukan Penyidik KPK terhadap Setya Novanto tersangka kasus korupsi Proyek KTP Elektronik.

Tuntutan itu merupakan hukuman maksimal yang bisa dikenakan kepada terdakwa merintangi pengusutan suatu dugaan tindak pidana korupsi, seperti diatur Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.

“Kami menuntut agar majelis hakim memutus menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dalam perkara korupsi,” ujar Jaksa Kresno Anto Wibowo, Kamis (31/5/2018), di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Sebagai pertimbangan yang memberatkan, Jaksa antara lain menilai Fredrich tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi.

Fredrich sebagai advokat juga dianggap melakukan perbuatan tercela dan bertentangan dengan norma hukum, serta melakukan segala cara untuk membela kliennya.

Selain itu, Jaksa mencatat kebiasaan Fredrich melakukan tindakan yang tidak pantas atau kasar. Bahkan, terkesan menghina atau merendahkan martabat dan kehormatan lembaga peradilan.

Kemudian, terdakwa yang mengaku berpendidikan tinggi di bidang hukum juga dianggap berbelit-belit dalam persidangan dan tidak menyesali perbuatannya.

Di sisi lain, jaksa tidak melihat faktor yang bisa meringankan tuntutan terhadap Fredrich Yunadi.

Sekadar diketahui, KPK menetapkan Fredrich Yunadi sebagai tersangka, Rabu (10/1/2018), karena diduga bekerja sama dengan Dokter Bimanesh Sutarjo, memasukkan Setya Novanto ke RS Medika Permata Hijau.

Dua orang itu didakwa memanipulasi data medis Novanto tersangka kasus korupsi proyek KTP Elektronik supaya bisa menjalani rawat inap dan lolos dari pemeriksaan KPK.

Informasi awal yang disampaikan Dokter Bimanesh kepada pihak rumah sakit, Novanto akan menjalani rawat inap di ruang VIP dengan diagnosa hipertensi dan vertigo.

Ternyata, Novanto yang waktu itu berstatus buronan KPK langsung masuk ke ruang rawat inap, tanpa menjalani prosedur pemeriksaan di Instalasi Gawat Darurat. (rid/tna/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs