Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin, Senin (16/10/2018), menetapkan sembilan orang tersangka praktik suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta, di Kabupaten Bekasi.
Seorang di antaranya adalah Fitradjaja Purnama Konsultan Lippo Group yang dijemput Tim KPK di Surabaya, Senin (16/10/2018) dini hari.
Laode Muhammad Syarif Wakil Ketua KPK mengungkapkan, Bupati dan sejumlah Pimpinan SKPD Kabupaten Bekasi terindikasi sudah menerima uang suap dari Lippo Group sebanyak Rp7 miliar, dari total komitmen Rp13 miliar.
Fitradjaja Purnama, Taryudi serta Henry Jasmen pegawai Lippo Group, disebut berperan memberikan uang suap kepada sejumlah pejabat Pemkab Bekasi, atas perintah Billy Sindoro Direktur Operasional Lippo Group.
Menurut Laode, Fitra, Taryudi dan Henry adalah utusan Lippo Group yang sering ke Kantor Pemkab Bekasi untuk mengurus sejumlah perizinan antara lain izin membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan fasilitas pendidikan di Meikarta.
“KPK menduga Billy adalah orang yang memerintahkan Taryudi, Fitra dan Henry untuk memberikan suap. Jadi, Billy mengetahui dan memberikan perintah pada pihak swasta yang bertindak sebagai konsultan dalam perusahaan tersebut (Lippo),” kata Laode di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/10/2018).
Nama Fitradjaja Purnama tentu cukup familiar di telinga Warga Kota Surabaya yang punya hak pilih pada Pemilihan Wali Kota Surabaya tahun 2010 silam.
Waktu itu, mantan aktivis reformasi 1998 yang akrab disapa Fitra,
berpasangan dengan Naen Suryono maju sebagai calon Wali Kota (Cawalkot) Surabaya dari jalur independen.
Berbekal lebih dari 90 ribu KTP Warga Surabaya yang merupakan syarat pencalonan, Fitra dan Naen bersaing dengan sejumlah pasangan calon wali kota lainnya, yaitu Sutadi-Mazlan Mansyur, Fandi Utomo-Yulius Bustami, Arif Affandi-Adies Kadir, dan Tri Rismaharini-Bambang DH.
Sesudah pemungutan suara, pasangan Fitra-Naen gagal meraih suara mayoritas untuk menduduki kursi Wali Kota Surabaya.
Pascapemilihan Wali Kota Surabaya periode 2010-2015, Fitra terpantau tetap aktif di organisasi Pro Demokrasi (ProDem) Jatim, sembari bekerja di dua perusahaan yang dia dirikan.
Fitra menjadi komisaris di Guci Media sebuah grup penerbitan dan periklanan. Selain itu, dia juga menjabat sebagai President Associate di Presisi, sebuah perusahaan konsultan manajemen yang berbasis di Surabaya.
Dengan penetapan status tersangka, Fitra sekarang menjadi tahanan bersama lima orang tersangka lainnya, yaitu Henry Jasmen, Taryudi, Jamaludin Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nohor Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi, serta Dewi Tisnawati Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bekasi.
Febri Diansyah Juru Bicara KPK mengatakan, Henry dan Sahat ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur. Kemudian Taryudi dan Jamaludin ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Sedangkan Fitra dan Dewi ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan.
Seperti diketahui, dalam rangkaian OTT di Bekasi dan Surabaya pada Minggu (14/10/2018) dan Senin kemarin, KPK menemukan sejumlah barang bukti berupa uang 90 ribu Dollar Singapura (Rp1 miliar), uang pecahan Rp100 ribu sebanyak Rp513 juta, dan dua unit mobil yang dipakai untuk transaksi serah terima uang di jalan raya.
KPK menduga, pemberian suap pengurusan izin Meikarta yang total lahannya mencapai 774 hektare terbagi menjadi tiga fase, dengan total komitmen fee Rp13 miliar. (rid/iss/ipg)