Jumat, 22 November 2024

Doktor UI Temukan Deteksi Dini Kanker Paru

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
Doktor biomedik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr dr Achmad Hudoyo, Sp.P(K) menciptakan sebuah inovasi deteksi dini kanker paru dengan menggunakan balon karet. Foto: Humas UI

Doktor biomedik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr dr Achmad Hudoyo, Sp.P(K) menciptakan sebuah inovasi deteksi dini kanker paru dengan menggunakan balon karet.

“Anjing pelacak yang sudah terlatih dapat membedakan napas pasien yang menderita kanker paru dan yang tidak dengan tingkat keakuratan mencapai 93 persen. Ini mengindikasikan bahwa ada suatu zat tertentu yang hanya terdapat di nafas para penderita kanker paru. Inilah yang kemudian menginspirasi saya memulai penelitian ini,” ujarnya dalam presentasi Disertasinya di Auditorium Gedung IMERI FKUI Salemba, Rabu (10/1/2018).

Ahmad Hudoyo mendapatkan inspirasi dari penelitian tentang kemampuan anjing dalam melacak keberadaan kanker paru di dalam tubuh seseorang.

Ia mengembangkan sebuah deteksi dini kanker dengan cara `memerangkap` napas-hembusan pasien terduga kanker paru ke dalam sebuah balon karet yang kemudian didinginkan dalam lemari es atau direndam dalam air es agar udara hembusan di dalam balon karet mengalami proses pendinginan.

Tahap berikutnya, nafas hembusan tersebut disemprotkan ke kertas saring khusus untuk menyimpan DNA. Media kertas saring inilah yang akan dikirim ke laboratorium biomolekular untuk pemeriksaan lebih lanjut terkait vonis kanker paru.

Metode ini juga memiliki keunggulan karena menggunakan alat yang sederhana dan murah, yaitu berupa balon karet yang sering dimainkan anak-anak yang dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia. Tingkat keakuratan metode ini juga mencapai di atas 70 persen.

Kanker paru merupakan salah satu penyakit penyebab kematian utama di Indonesia dan dunia. Menurut laporan Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), pada tahun 2015, dari 668 kasus keganasan rongga torak yang tercatat, sebesar 75 persen merupakan kasus kanker paru.

Selain itu, angka kelangsungan hidup kanker paru juga rendah. Tercatat, hanya 15 persen penderita pasien kanker paru yang bisa bertahan hidup sampai 5 tahun.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan angka tahan hidup kanker kolon (61 persen), kanker payudara (86 persen), dan kanker prostat (96 persen).

Salah satu penyebab rendahnya angka kelangsungan hidup ini adalah keterlambatan diagnosis. Tercatat, hampir 70 persen pasien kanker paru ditemukan di tahap stadium lanjut sehingga pilihan pengobatan menjadi terbatas dan tidak maksimal.

Achmad berharap metode ini dapat meningkatkan harapan hidup para penderita kanker paru dengan cara mendeteksi dini kanker paru sedini mungkin.

Selain itu, ia juga ingin membantu para penderita pasien paru di daerah-daerah yang belum terjangkau pelayanan kesehatan, karena dengan metode ini deteksi dini kanker paru dapat dilakukan melalui pengiriman pos, karena tenaga kesehatan cukup mengirim sampel melalui kertas saring yang dimasukkan ke dalam amplop untuk kemudian dikirim ke laboratorium untuk penelitian lebih lanjut.

Penelitian dalam bidang kesehatan ini merupakan sebuah sumbangsih UI bagi masyarakat dan dunia kesehatan di Indonesia.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa UI sebagai sebuah perguruan tinggi yang mengedepankan riset, terus mendorong sivitas akademikanya untuk terus mengembangkan inovasi-inovasi yang berguna bagi bangsa dan negara, demikian lansir Antara. (ant/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs