Dokter Bimanesh Sutarjo terdakwa perkara dugaan merintangi pengusutan tindak pidana korupsi, membantah sejumlah keterangan Indri Astuti perawat senior RS Medika Permata Hijau yang menjadi saksi di persidangan hari ini.
Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Dokter Bimanesh mengatakan tidak pernah menyebut pangkat terakhirnya di kepolisian (Kombes Pol) untuk menenangkan Suster Indri yang waktu itu terlihat takut untuk merawat Setya Novanto.
Dalam kesaksiannya, Indri mengaku takut karena sadar pasien yang akan ditanganinya itu sedang bermasalah dengan penegak hukum (KPK). Tapi, waktu itu Dokter Bimanesh meminta Indri tenang, karena dokter pensiunan polisi itu siap bertanggung jawab kalau ada permasalahan.
Bantahan kedua, Dokter Bimanesh mengatakan kalau dia tidak pernah memerintahkan Suster Indri menempel alat infus kepada pasiennya.
Kemudian, Dokter Bimanesh juga membantah menginstruksikan Suster Indri memasang perban di kepala Setya Novanto.
“Saya tidak pernah menginstruksikan untuk memasang perban di kepala pasien (Setnov). Saya membantah keterangan saksi,” ujarnya di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/4/2018).
Bantahan terakhir, Dokter Bimanesh mengatakan tidak pernah membuat dua buah surat pengantar rawat inap, seperti yang dikatakan saksi.
Dalam kesaksiannya, Indri menyebut surat pertama yang tidak mendapat persetujuan Dokter Michael Chia Cahaya dokter jaga IGD, dibuang ke tempat sampah atas perintah terdakwa. Lalu Dokter Bimanesh membuatkan surat pengantar rawat inap yang baru.
Walau empat poin kesaksiannya dibantah oleh Dokter Bimanesh, Suster Indri tetap pada keterangannya, karena dia yakin mengatakan yang sejujurnya, sesuai apa yang dia lihat, dengar dan dialaminya.
Sekadar diketahui, KPK menetapkan Dokter Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka karena diduga bekerja sama dengan Fredrich Yunadi, memasukkan Setya Novanto ke RS Medika Permata Hijau, Kamis (16/11/2017).
Dua orang tersebut diduga memanipulasi data medis Novanto yang waktu itu sudah berstatus tersangka kasus korupsi proyek KTP Elektronik, supaya bisa menjalani rawat inap, dan lolos dari pemeriksaan KPK.
Atas perbuatannya, Bimanesh dan Fredrich disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman paling singkat tiga tahun penjara, dan maksimal 12 tahun penjara. (rid/ipg)