Minggu, 24 November 2024
Dianggap Merintangi Proyek KTP Elektronik

Direktur LKPP Mengaku Pernah Disidang di Kantor Wapres

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi. Grafis: suarasurabaya.net

Setya Budi Arijanta Direktur Penanganan Permasalahan Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Kamis (1/2/2018) ini hadir sebagai saksi kasus korupsi proyek KTP Elektronik dengan terdakwa Setya Novanto.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Setya Budi mengungkapkan kalau LKPP sudah memberikan catatan dan peringatan kepada Kementerian Dalam Negeri, supaya proyek nasional itu tidak diteruskan karena bermasalah.

Salah satunya terkait metode pengadaan secara utuh. Menurutnya, LKPP sudah menyampaikan saran, supaya proses lelang dipecah menjadi sembilan paket pekerjaan.

Hal itu supaya kompetisi dalam proses lelang semakin ketat, dilakukan dengan benar, serta memperkecil potensi kegagalan.

Tapi, Kemendagri menurut Setya Budi ternyata melanjutkan proyek tersebut. Dan, karena LKPP tetap meminta proyek itu dihentikan, dia dan Agus Rahardjo yang waktu itu menjabat Ketua LKPP disidang di Kantor Wakil Presiden.

“Karena banyak pelanggaran, saya minta (proyek) itu dibatalkan. Tapi, LKPP dilaporin ke Presiden karena dianggap menghambat program KTP Elektronik. Lalu, saya dan Pak Agus Rahardjo dua kali disidang di Kantor Wapres, yang menyidang Pak Sofyan Djalil Deputi Wapres,” ujarnya menjawab pertanyaan Hakim Yanto, di Ruang Sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2018).

Setya Budi Arijanta menambahkan, sesudah LKPP menyampaikan argumen beserta bukti-bukti pelanggaran dalam proses lelang, ternyata proyek KTP Elektronik tetap berlangsung.

Tapi, LKPP yang punya tugas merumuskan kebijakan dan memgawasi pengadaan barang/jasa Pemerintah, menarik diri serta tidak mau tanggung jawab kalau di kemudian hari proyek itu bermasalah.

Sekadar diketahui, dalam kasus korupsi proyek KTP Elektronik, Setya Novanto diduga berperan aktif mengatur proses penganggaran sampai pengadaan bersama sejumlah pihak.

Jaksa KPK mendakwa Novanto memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan cara melanggar hukum, sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun.

Dari proyek beranggaran Rp5,9 triliun, Novanto diduga mendapat keuntungan sedikitnya 7,3 juta Dollar AS, serta menerima barang mewah berupa jam tangan seharga 135 ribu Dollar AS. (rid/dwi/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
27o
Kurs