“Traveler saat ini saya sedang berada di salah satu fasilitas, yang dibangun oleh Pemerintah Kota Surabaya, yang sedang dinikmati warga masyarakat. Saya sekarang berada di lapangan futsal Taman Apsari.”
Demikian kalimat pembuka video buatan Sugi Hermanto berjudul “Futsal Gratis”, yang dia unggah di channel YouTube-nya bertajuk “mlaku mlaku.”
Cuplikan video Futsal Gratis yang dibuat oleh Sugi Hermanto yang diunggah ke channel YouTube-nya. Foto: YouTube
Sugi Hermanto adalah jurnalis warga penyandang low vision, gangguan mata yang membuat penglihatan seseorang mendekati kebutaan. Dia mengalami ini sejak masih balita.
Walaupun penglihatannya terbatas, Sugi melakukan banyak hal secara mandiri. Belasan video reportase seputar Surabaya, yang dia unggah ke channel-nya, dia lakukan sendiri.
Dari proses pengambilan gambar (syuting), mengisi suara (dubing), sampai proses video editing, semua dia lakukan sendiri tanpa mengandalkan bantuan orang lain.
Tema videonya memang seputar tempat-tempat menarik di Kota Surabaya. Tapi itulah keunggulannya. Saat kuliah, teman-temannya sampai menjulukinya sebagai “peta berjalan”, meski penglihatannya tidak sempurna.
Alumnus Jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Surabaya itu terbiasa pergi ke manapun sendirian. Dia hafal semua jalur angkutan kota di Surabaya.
Bahkan, sebagai pengajar di Sekolah Dasar Negeri 1 Tlogopatut, salah satu sekolah inklusi di Kabupaten Gresik, Sugi juga menempuh perjalanan itu secara mandiri.
Setiap pagi dia harus menaiki beberapa kali angkutan umum dari rumahnya di Jalan Ploso, Tambaksari, Surabaya, ke tempat dia mengajar di Desa Tlogopatut, Gresik.
“Jadi dengan penglihatan seperti ini, saya masih bisa membedakan warna. Untungnya, semua angkutan kota di Surabaya ini warnanya berbeda-beda. Jadi yang saya hafal itu warnanya, bukan tulisannya,” katanya.
Sugi Hermanto saat melakukan proses editing video dengan peralatan laptop miliknya di rumahnya. Foto: Gana: suarasurabaya.net
Barangkali orang akan bertanya-tanya, lantas bagaimana dirinya bisa mengedit video. Suarasurabaya.net melihat langsung bagaimana Sugi mengedit video.
Sedemikian rupa dia mengeset laptopnya agar memudahkan dirinya. Dengan bantuan suara dan kemampuan penglihatannya, dia begitu terampil melakukan kegiatan itu.
Di tengah keterbatasannya, Sugi tetap bersemangat melakukan hobinya di bidang jurnalistik. Menurutnya, tidak sedikit rekan-rekannya penyandang disabilitas yang memiliki hobi sama.
“Banyak juga sih, teman-teman tunanetra yang juga menekuni dunia video seperti saya. Kebanyakan mereka mereview produk IT. Misalnya beberapa fitur WhatsApp, mengandalkan bantuan suara,” katanya.
Karena itu, dia menganggap, apa yang dia lakukan sebenarnya bukanlah hal yang besar. Itu adalah hal kecil yang bisa dia lakukan untuk melangkah mendekati impian dan harapannya.
“Mungkin bagi beberapa orang apa yang saya lakukan sesuatu yang hebat karena kedisabilitasan saya. Menurut saya tidak. Saya hanya ingin menerapkan apa yang saya pelajari dari rekan-rekan jurnalis,” ujarnya.
Pengajar berstatus PNS yang juga bapak dua anak laki-laki ini merupakan salah satu pendiri lembaga pemberdayaan disabilitas yang dinamai Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT) Surabaya.
Bersama dua rekannya yang lain, dia mendirikan LPT pada 10 November 2003 silam. Tujuannya, untuk memberdayakan dan mengadvokasi hak-hak penyandang disabilitas di Surabaya dan Jawa Timur.
“Baru-baru ini ada penyandang disabilitas yang ditolak mendaftar di sekolah SMA. Kami mengadvokasi menemui kepala sekolahnya, sampai menemui Kepala Dinas Pendidikan,” ujarnya.
Pengalamannya melihat langsung pembuatan video jurnalistik tentang LPT pada 2004 silam terus melekat di ingatannya. Termasuk cara jurnalis video mencari sudut pandang terbaik.
“Waktu itu saya ingat betul, ternyata begitu, teman-teman jurnalis itu sampai mengambil angle bawah, mendekati tanah. Nah, saya hanya ingin menerapkan itu sesuai kemampuan saya,” katanya.
Sugi Hermanto melakukan semua kegiatan ini dengan gembira. Dia bersyukur, selama ini selalu mendapatkan dukungan dan pengertian dari keluarganya tentang semua aktivitasnya.
Kegiatan mengajar baginya adalah sesuatu yang sangag dia sukai. Alasannya sederhana, karena setiap hari dia bisa bertemu dengan anak-anak dengan berbagai ekspresi yang berbeda.
Sedangkan kegiatannya di LPT bersama rekan-rekannya, dia menganggap kegiatan itu sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya. Dia mengaku tidak mengambil upah apapun dari LPT, demikian juga pengurus lainnya.
“Sebagian besar dari kami sudah memiliki pekerjaan tetap, dan rata-rata sudah berstatus PNS. Kami menganggap ini sebagai bentuk CSR kami untuk teman-teman penyandang disabilitas lainnya,” katanya.
Sementara, kegiatannya di bidang video jurnalistik, yang sedang dia tekuni belum lama ini, dia hanya berharap video-video itu bisa menjadi referensi yang bermanfaat bagi warga kota Surabaya dan Jawa Timur.
Sugi pun tidak pernah menuntut karya-karya yang dia buat harus sempurna. Pemikiran seperti itu, menurutnya, akan menghambat langkah kecilnya untuk melakukan sesuatu yang dia sukai.
“Menurut saya, tidak hanya bagi penyandang disabilitas, tapi untuk semua, kita sudah harus berani melakukan apapun, meskipun itu kecil dan berangkat dari hobi. Kita tidak bisa menuntut nanti harus sempurna,” ujarnya.
Dengan pemikiran seperti itu, dia akan terus melakukan hal-hal kecil itu agar bisa terus melangkah. Dengan terus melangkah, Sugi berharap setidaknya dia sudah semakin dekat untuk mewujudkan mimpi-mimpinya.
Memang, tidak secara gamblang dia menyampaikan apa sebenarnya yang menjadi impiannya selama ini. Tapi dari semua kegiatan yang dia lakukan, tentu itu merupakan mimpi yang besar.(den)